Setiap menyaksikan satu pertandingan Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan, sesungguhnya telah berkurang satu kuota kesempatan untuk melihat mereka terus bermain.
Bukan bicara sudah saatnya The Daddies pensiun. Sebab mereka memang belum mau berhenti saat ini. Hendra dan Ahsan masih punya tenaga dan keajaiban untuk terus berada di arena persaingan bulutangkis dunia.
Lihatlah cara mereka menembus final All England 2022 lalu. Soal teknik, jangan tanyakan lagi. Soal tekad, tak usah diragukan. Dua pemain veteran, satu berusia 34 tahun, satunya lagi 37 tahun, stok tekadnya belum habis.
Oleh karena itu, jika langkah The Daddies menjejak final All England 2022 tergolong di luar dugaan. Maka sebenarnya tak bisa ditebak pula kapan mereka akan menggantung raket. The Daddies belum mengeluarkan isyarat tegas kapan mereka akan berpamitan.
Walau momentum itu agaknya telah mendekat. Bagaimana pun juga usia akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk beristirahat. The Daddies pasti sudah menyadarinya. Bahwa segalanya sudah ada batas dan waktunya masing-masing.
Kalah di final tak selalu berita buruk. Bagi Ahsan/Hendra dikalahkan oleh Bagas/Fikri punya makna tersendiri. Ada sebentuk kelegaan yang terpancar dari raut muka keduanya saat memberi pelukan kepada Bagas/Fikri usai pertandingan berakhir.
Sorot mata yang berkaca-kaca, tapi tak menampilkan kesedihan, menandakan bahwa mereka baru saja menjalani salah satu momen spesial sebagai pebulutangkis. Rona wajah The Dadies juga sumringah saat meladeni wawancara setelah pertandingan terakhir. Begitu pula, tepuk tangan yang mereka berikan kepada Bagas/Fikri saat sama-sama berdiri di atas podium bukanlah tepuk tangan biasa.
Loncatan hebat yang dilakukan oleh Bagas/Fikri sudah pasti dilihat dan dirasakan oleh Ahsan/Hendra secara lebih dalam. Sebab mereka yang langsung berhadapan di lapangan. Bukan tidak mungkin, rasa bangga dan lega itu membuat The Daddies lebih ringan dalam menetapkan batas dan waktu petualangan mereka sebagai pemain.
Kita masih akan melihat The Daddies sebagai pemain sepanjang 2022. Atau barangkali sampai 2024 untuk menghadirkan Olimpiade Paris sebagai salah satu "magical journey" Ahsan/Hendra. Namun setelah itu, tidak berlebihan untuk kita bersiap menyambut mereka bukan sebagai pemain lagi.
Panggilan "coach Hendra" dan "coach Ahsan" akan sangat menyenangkan didengar. Melihat keduanya duduk di belakang arena lalu menghampiri pemain saat jeda untuk memberikan instruksi menjadi cara lain menikmati keajaiban mereka.