Begitu pula para pengemudi ojek daring. Meski pembayaran nontunai memiliki kebaikan dari segi keamanan dan kesehatan karena mengurangi kontak langsung, tapi menerima pembayaran tunai bisa jadi lebih melegakan bagi pengemudi ojek daring.
Sebagai pengguna layanan jasa ojek online saya mengambil jalan tengah. Di satu sisi saya tetap memprioritaskan pembayaran nontunai ketika memesan layanan ojek online. Tapi jika hendak memberikan tip, saya memilih secara tunai.
Rata-rata pengemudi ojek online yang saya temui tidak mempermasalahkan hal itu. Walau belum pernah saya menjumpai pengemudi ojek online yang secara terang-terangan meminta penggantian uang parkir, tapi menyebutkan tip sebagai pengganti uang parkir jadi cara saya menghargai layanan yang mereka berikan.
Sampai pada sore itu pengemudi ojek online yang mengantar makanan saya  ternyata sempat menolak uang tip yang saya sodorkan. Saat saya katakan itu sebagai uang parkir, ia mengatakan tidak perlu karena tidak ada parkir yang harus ia bayarkan. Namun, saya tetap memintanya untuk menerima.
Menariknya kejadian serupa terulang beberapa hari kemudian dengan orang berbeda. Ketika saya menyodorkan uang parkir, sang pengemudi ojek online dengan sopan menolak dan berkata sambil menunjuk smartphonenya. "Mboten usah mas, sampun cukup teng mriki (Tidak usah mas, sudah cukup di sini)".
Saya tak tahu persis maksud dari perkataan "sudah cukup di sini". Mungkin ia mengira sudah ada tip yang saya berikan lewat aplikasi. Atau ia merasa sudah cukup dengan pembayaran yang ia dapatkan sesuai aplikasi.
Pada akhirnya sang pengemudi ojek online mau menerima "uang parkir" yang saya berikan. Saya pun menikmati ayam geprek yang ia hantarkan dengan perasaan tentram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H