Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Ojek Online yang Menolak Uang Tip

10 Desember 2021   08:49 Diperbarui: 10 Desember 2021   10:09 39280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengemudi ojek online di Jalan Kaliurang, Sleman, Yogyakarta (dok. pribadi).

Ada dua kejadian dalam sebulan terakhir yang membuat saya menyimpulkan bahwa tidak semua pengemudi ojek online mengharapkan uang tip atas jasa yang mereka berikan. Atau tidak semua pengemudi ojek online berpikiran bahwa uang tip akan menjadi sumber keuntungan di luar pembayaran yang tercatat di aplikasi.

Entah karena sudah merasa cukup atau segan menerima uang selain yang menjadi haknya sesuai aplikasi. Namun, begitulah kenyataannya. Pengalaman saya menunjukkan bahwa ternyata ada pengemudi ojek online yang menolak uang tip.

Keduanya orang yang berbeda. Tapi tampaknya mereka memiliki prinsip yang sama dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.

Kejadian pertama pada suatu sore awal November lalu saat saya memesan makanan. Usai menunggu sekitar setengah jam, pengemudi yang dinanti akhirnya tiba. Pembayaran sudah dilakukan lewat dompet digital di aplikasi. Namun, saya putuskan memberikan sedikit tip sambil berkata "ini untuk parkir ya, Pak".

Memberikan tip bukanlah keharusan. Memberikan atau tidak merupakan urusan atau pilihan pribadi setiap orang. Tidak perlu dianjurkan, apalagi diminta. Tergantung situasi dan kondisi.

Walau demikian saya punya prinsip sederhana. Jika saya puas dengan layanan ojek online atau jarak pengantaran agak jauh, hari sudah gelap, cuaca mendadak hujan, dan sebagainya, maka tidak keliru memberikan sedikit tambahan di luar tarif aplikasi. Begitu pula saat pengemudi ojek online yang datang terlihat patuh pada protokol kesehatan, misalnya menggunakan masker yang benar, itu termasuk aspek yang memuaskan.

Oleh karenanya sering saya menyiapkan uang tip bagi pengemudi ojek online dan selalu saya katakan itu sebagai "uang parkir". Tanpa harus menimbang apakah di tempat saya memesan makanan ada biaya parkir atau tidak.

Mengapa tidak memberi "uang parkir" melalui fitur "tip" yang ada di aplikasi ojek online? Kadang saya memanfaatkan fitur tersebut. Namun, ada sebuah peristiwa yang membuat saya menjadi lebih mengerti makna "uang cash" di tengah pandemi Covid-19.

Beberapa bulan lalu ketika pandemi Covid-19 sedang memuncak, saya membeli makanan di sebuah warung untuk dibawa pulang. Melihat ada barcode uang elektronik terpajang meja pembayaran, saya meminta izin untuk membayarnya secara nontunai.

Jawaban sang penjual membuat saya agak terkejut dan terenyuh. Ia berkata bahwa pembayaran non tunai tetap bisa. Namun, saya diharapkan membayarnya secara tunai karena ia sedang membutuhkan uang cash.

Saya pun menyanggupi. Agaknya saya bisa menerka maksud yang tersirat dari permohonan sang penjual. Bagi mereka yang usahanya terkait erat dengan pembayaran digital, pandemi ternyata menimbulkan cekaman tersendiri. Di tengah menurunnya omset dan pendapatan, memiliki uang cash di tangan sangat berarti karena bisa menjadi "pegangan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun