Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung hampir 2 tahun. Berbagai cara terus dilakukan untuk melawannya. Beragam gerakan dan kampanye juga digalakkan agar masyarakat semakin patuh terhadap protokol kesehatan.
Mula-mula kita mengenal gerakan 3M yang meliputi "menggunakan masker", "mencuci tangan", dan "menjaga jarak". Ketiga hal tersebut diyakini dan telah terbukti mampu mengendalikan penyebaran serta penularan Covid-19.
Seiring waktu gerakan 3M mengalami pemutakhiran. Pemerintah Indonesia dalam sejumlah kampanye edukasi terbaru menambahkan beberapa unsur M lain sehingga menjadi 5M. Dua unsur "M" terbaru ialah "menghindari kerumunan" dan "mengurangi mobilitas".
Slogan 3M atau 5M kemudian mendapat pengayaan dengan "3 Wajib", yakni wajib iman, wajib aman, dan wajib imun. Di sini terlihat ada upaya kampanye kreatif dengan memasukkan unsur kearifan untuk memperkuat pesan.Â
Kearifan yang dimaksud ialah bahwa masyarakat Indonesia yang dikenal religius diharapkan bisa lebih patuh terhadap protokol kesehatan sebab mencegah penyebaran penyakit merupakan bagian dari pengalaman ajaran agama.
Cara-cara kreatif dalam mengkomunikasikan pesan dan ajakan untuk mematuhi protokol kesehatan memang penting. Sebab masyarakat Indonesia sangat beragam. Setiap kelompok lapisan masyarakat juga memiliki kemampuan yang berbeda untuk menerima serta memahami sebuah pesan.
Gerakan 3M, misalnya, di kota-kota besar secara umum masyarakat bisa memahami dan menerapkannnya meski butuh waktu. Sedangkan di desa-desa atau di kota-kota yang jauh lebih kecil penerapan 3M mengalami tantangan tersendiri.
Tidak mudah meyakinkan masyarakat di desa agar mengurangi interaksi kerumunan atau menjaga jarak sebab kehidupan mereka dibangun lewat pola hubungan kekerabatan tetangga yang kental. Mengurangi interaksi dianggap sebagai bentuk individualisme yang tidak selaras dengan jati diri masyarakat di pedesaan.Â
Oleh karena itu, alangkah baiknya gerakan 3M di desa-desa diterapkan dengan menekankan pada aspek penggunaan masker terlebih dahulu agar tidak timbul resistensi terhadap protokol kesehatan.