Baliho para politisi yang tak canggung memajang foto diri dan hasrat politiknya terus menjadi sorotan masyarakat. Media, termasuk televisi pun masih sering mengangkatnya untuk dibahas.
Sebabnya kemunculan baliho-baliho terus bertambah dari hari ke hari. Dari yang semula hanya di beberapa titik strategis, kini bertengger di banyak persimpangan jalan, perbatasan kota, bahkan merambah ke ruang-ruang yang sebenarnya tidak diperuntukkan untuk dipasangi baliho.
Kritik dan ketidaksenangan masyarakat atas sikap narsis yang kurang empati dari para politisi dan pejabat di tengah pandemi tampaknya tak menyurutkan "kepak sayap baliho". Semangat "Kerja untuk baliho" terus dilakukan.
Walau demikian masyarakat sebaiknya jangan terus menerus memandang negatif baliho-baliho tersebut. Jangan pula selalu menghakimi para politisi dan pejabat spesialis baliho.
Meski kinerja mereka sebagai pejabat tak cemerlang, tapi baliho-baliho mereka cukup cemerlang. Paling tidak warnanya.
Kalau direnungkan lagi ada sederet manfaat yang bisa dipetik masyarakat dari baliho-baliho para politisi dan pejabat.
Pertama, mencerahkan pemandangan kota. Banyak kota di Indonesia memiliki pemandangan monoton, terutama di kawasan pusat kota dan perbatasannya. Bahkan, banyak unsur yang membuat pemandangan menjadi kurang sedap.
Sejauh mata memandang biasanya kita akan menjumpai untaian kabel tak beraturan di langit kota. Kabel-kabel itu saling melintang, bersilangan, dan tumpang tindih. Sementara dinding-dinding bangunan, tiang listrik, dan halte-halte bus, dicemari oleh tempelan kertas yang menawarkan jasa sedot WC, konsultasi skripsi, pinjaman online, dan gadai BPKB. Papan-papan reklame pun dikuasai oleh iklan rokok yang kurang baik bagi kesehatan.
Kehadiran baliho politisi dan pejabat tentu berbeda. Sebab mereka memajang foto diri dengan busana yang rapi dan dandanan yang serasi. Warna balihonya pun elegan dan cerah.