Tepat setahun kemarin virus Corona diumumkan telah hadir di Indonesia. Lewat sebuah konfrensi pers yang santai, Presiden Jokowi ditemani Menteri Kesehatan saat itu, Terawan, menyampaikan dua kasus pertama konfirmasi positif Covid-19 di tanah air.
Syukurlah dua pasien tersebut berhasil sembuh. Kabar kesembuhan dan kepulangan mereka dari rumah sakit diiringi seremoni pemberian jamu dari Presiden Jokowi. Seremoni yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan itu juga disiarkan secara luas lewat layar TV.
Hari saat pasien 1 dan 2 diumumkan oleh presiden bukanlah hari pertama Corona masuk ke Indonesia. Jauh sebelumnya bisa diyakini bahwa Corona sebenarnya telah ada di tengah masyarakat. Kita tentu ingat sebuah penelitian dari Harvard University yang memperkirakan bahwa Corona mestinya sudah ada di Indonesia lebih awal.
Namun, seperti kita ketahui sejumlah pejabat pemerintah bersikap reaktif dan mengelak atas alarm dari Harvard tersebut. Masyarakat pun banyak tidak mempercayai Corona telah masuk ke Indonesia.
Hingga akhirnya saat pasien 1 dan 2 diumumkan pada 2 Maret 2020, itulah hari yang kita terima sebagai awal dimulainya pertarungan melawan Covid-19 di Indonesia. Pada 11 Maret 2020, pandemi dideklarasikan oleh WHO.
Meremehkan
Harus diakui Indonesia memulai penanganan pandemi Covid-19 dengan cara yang agak buruk. Pada hari-hari pertama, sementara sebagian masyarakat mulai menganggap Corona hanya konspirasi, sejumlah pejabat tinggi pemerintah memperlihatkan sikap meremehkan bahaya Covid-19.
Pernyataan-pernyataan awal sejumlah pejabat hingga menteri telah menjadi preseden buruk yang mengawali problem penanganan Covid-19 di tanah air.Â
Tak kurang pernyataan para pejabat yang menyebutkan bahwa "Corona tidak mungkin masuk ke Indonesia", "Virus Covid-19 tidak bisa bertahan di iklim tropis", "Doa dan air wudu orang Indonesia menghalangi Corona masuk", "Covid-19 mudah disembuhkan", hingga "Jamu bisa mengalahkah Corona", dan seterusnya.
Pernyataan semacam itu awalnya dipandag sebagai komunikasi damai untuk membuat masyarakat tetap tenang. Kepanikan memang perlu dihindari. Namun, hal tersebut juga cerminan kesombongan yang akhirnya membuat kita lengah dan meremehkan Covid-19.
Sikap meremehkan dipertegas dengan pengabaian sejumlah peringatan, terutama dari kalangan ilmuwan dan pakar kesehatan.
Sebenarnya sikap meremehkan Covid-19 segera disadari oleh para pejabat pemerintah sebagai kekeliruan.Â