Beberapa kali Ansor-Banser di bawah komando Gus Yaqut berhadapan secara tajam dengan aksi-aksi yang dikomandoi oleh FPI. Perang urat syaraf dalam bentuk perang opini antara Banser dan FPI sering terjadi di media dan media sosial.
Maka dari itu menjadikan Gus Yaqut sebagai Menteri Agama tak hanya mengembalikan kursi kementerian ke NU, tapi secara khusus membawa Ansor-Banser ke garis yang lebih depan dalam moderasi keagamaan, termasuk dalam upaya meredam praktik-praktik propaganda, intoleransi, politik identitas, dan premanisme berkedok agama yang selama ini kerap ditunjukkan oleh Rizieq bersama FPI.
Secara tersirat hal itu disampaikan oleh Gus Yaqut dalam pernyataannya usai diperkenalkan oleh Presiden Jokowi. "Agama tidak lagi dijadikan alat politik untuk merebut kekuasaan ataupun tujuan-tujuan yang lain...agar tidak ada satu kelompok pun, tidak ada satu agama pun yang mengklaim paling memiliki negara ini".
Selain Gus Yaqut di kursi Menteri Agama, bergabungnya Sandiaga Uno ke dalam gerbpng kabinet Presiden Jokowi juga tidak menyenangkan bagi Rizieq dan FPI. Sebab Sandiaga Uno merupakan salah satu pihak berpengaruh yang sangat diharapkan bisa menghadirkan dukungan pada Rizieq di masa-masa sulit. Dukungan Rizieg dan FPI pada Sandiaga pada Pilkada DKI dan Pilpres lalu jadi salah satu alasannya.
Akan tetapi kini Sandiaga semakin menjauh dari jangkauan. Bahkan, bersekutu dengan Jokowi. Makin terpukulah Rizieq dan FPI.
Sebenarnya bukan hanya Rizieq yang tak senang dengan masuknya Sandiaga ke dalam perkumpulan Jokowi. Gubernur DKI Anies Baswedan juga merasa sangat dirugikan. Sebab dua tokoh utama yang mendukung karir politiknya, yakni Prabowo dan Sandiaga kini berada di gerbong pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi, Presiden yang pernah menendang Anies dari kabinet.
Anies kini seolah terisolasi secara politik. Sebab langkah Presiden Jokowi telah berhasil menyaring kekuatan politik ke dalam kelompok-kelompok yang semakin jelas.
Bisa dikatakan kelompok Anies-Rizieq-JK kini diperlakukan sebagai kubu oposisi. Di sisi kubu pemerintah terus diisi dengan nama-nama potensial.
Oleh karena itu, Anies pantas merasa tidak nyaman dengan berkumpulnya nama-nama seperti Prabowo, Sandiaga dan Risma di kabinet. Dengan menjadi menteri mereka memiliki akses pada kebijakan yang bisa memperkuat citra di tengah masyarakat.
Para menteri akan mudah memperkenalkan diri ke segenap lapisan masyakarat di seluruh Indonesia. Ini merupakan bekal politik yang sangat penting jika mereka akan mencalonkan sebagai Presiden pada 2024 kelak. Sementara Anies harus mencari berupaya lebih keras lagi untuk memoles pamornya.