Bukan Indonesia namanya kalau tidak totalitas soal makanan. Ragam makanan dengan limpahan bahan dan bumbu, hingga aneka cara mengolah serta menyajikannya bisa dijumpai di negeri ini.
Sejumlah kebiasaan menyantap makanan pun ada di Indonesia. Hal yang kurang lumrah di tempat lain, justru menjadi kebiasaan turun-temurun di negara kita.
Salah satunya totalitas dalam menikmati mie. Seolah tak peduli kandungan karbohidratnya, orang Indonesia meletakkan mie pada perannya sebagai lauk tandem nasi. Menyantapnya bersama nasi dalam satu piring dan suapan yang sama sudah menjadi bagian dari cara makan keseharian masyarakat Indonesia. Tak jelas kapan kebiasaan itu pertama kali berkembang. Tak tahu pula siapa pioner yang mengajarkan cara bersantap mie dengan nasi.
Satu yang pasti di Indonesia menyantap nasi dengan lauk mie atau menikmati mie dengan tambahan nasi sudah menjadi semacam budaya yang diwariskan antar generasi. Saya masih ingat ketika masih bersekolah TK, ibu sudah mengenalkan saya dengan nasi, mie, dan telur ceplok yang disatukan di dalam kotak bekal.
Lebih istimewa lagi, betapapun menyantap mie bersama nasi dianggap melawan kodrat, kurang ideal bagi kesehatan dan menyalahi rumus gizi seimbang, godaan keduanya dalam satu suapan sulit ditolak. Bahkan, oleh para pengampu ilmu kesehatan sekalipun.
Pernah suatu hari saat hendak membeli makan siang di salah satu kantin atau warung di lingkungan sebuah rumah sakit di Yogyakarta, saya melihat beberapa perawat dan dokter muda/calon dokter sedang menyantap mie instan dan telur dalam satu mangkuk ditambah seporsi nasi putih dalam satu piring lainnya.
Jelas sudah bahwa meski mie dan nasi bisa dengan mudah dibedakan, tapi sulit dipisahkan. Begitulah paradigma dan kearifan menyantap mie bagi orang Indonesia.
Kebiasaan dan kearifan itu pula yang barangkali melandasi munculnya mie instan dalam kemasan yang dilengkapi dengan nasi di dalamnya. Adalah Pop Mie, salah satu merek besar dalam dunia mie instan Indonesia yang kini menyodorkan mie dan nasi cepat saji.