Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Terbukti, Digital Banking Jadi "Survival Kit" yang Penting Saat Pandemi

4 November 2020   10:10 Diperbarui: 4 November 2020   10:19 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Digital banking, jadi kepanjangan tangan untuk menjangkau berbagai kebutuhan selama pandemi (foto: dokumentasi pribadi).

Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari 7 bulan mendorong evolusi digital bergulir lebih cepat. Bahkan, dalam aspek tertentu melampaui perkiraan.

Setiap orang digiring memasuki ruang-ruang digital secara lebih dalam. Mereka yang semula belum akrab dengan teknologi digital segera bergegas agar terbiasa. Sementara yang sudah lebih dulu go digital menjadi semakin lekat gaya hidupnya dengan sentuhan digital.

Dari yang awalnya hanya sebagai pilihan, penggunaan teknologi digital dengan berbagai macam layanan dan fiturnya kini menjadi keniscayaan yang mendesak.

Seiring dengan hal itu kita diperlihatkan bahwa penggunaan teknologi digital ternyata memiliki berlapis-lapis manfaat. Selain memudahkan dan meningkatkan efisiensi, juga mendukung perlindungan dari ancaman pandemi.

Sebab cukup dengan beberapa kali menyentuhkan dan menggeserkan jari di layar, kita bisa menjangkau berbagai kebutuhan sekaligus. Meski terentang jarak fisik sebagai konsekuensi pembatasan sosial dan work from home (WFH), kita tetap bisa menuntaskan berbagai urusan. Pada saat bersamaan aktivitas digital memiliki andil besar dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.

Salah satu yang paling signifikan memberikan manfaat berlapis seperti demikian ialah digital banking. Meski telah berkembang sejak beberapa tahun silam, tapi akhirnya digital banking menjadi salah satu survival kit paling berguna di masa pandemi.

Kalau protokol kesehatan menjadi keharusan dan kepatuhan yang tak bisa dikompromikan, maka digital banking bisa dikatakan sebagai instrumen penunjang kebutuhan yang tak terelakkan. Bahkan, digital banking telah menjadi salah satu kebutuhan itu sendiri.

"Digital banking nggak mungkin dipisahkan dari kehidupan kita," kata Lucy Wiryono, presenter TV yang juga seorang wirausaha di bidang kuliner.

Berbagai macam transaksi bisa dituntaskan dengan MU2 dari Maybank (foto: dokumentasi pribadi).
Berbagai macam transaksi bisa dituntaskan dengan MU2 dari Maybank (foto: dokumentasi pribadi).
Saya tak mungkin tak sependapat dengan kata-kata Lucy tersebut. Sebab selain menggambarkan kenyataaan umum saat ini, pernyataan yang disampaikan dalam webinar Kopiwriting Kompasiana dan Maybank pada 21 Oktober 2020 itu juga mewakili apa yang terjadi pada diri saya sendiri.

Sejak beberapa tahun terakhir interaksi saya dengan layar smartphone meningkat pesat. Smartphone di tangan tak lagi sekadar alat komunikasi dan perangkat hiburan untuk menonton YouTube. Namun, sudah menjadi kepanjangan tangan untuk menjangkau sejumlah urusan sekaligus memenuhi banyak kebutuhan.

Sekarang setiap bertransaksi di supermarket dan tiba di kasir yang saya lakukan ialah menyentuh smartphone, membuka aplikasi pembayaran, memindai QR, mengetikkan PIN dan selesai. Smartphone saya telah menjadi dompet digital yang sangat bisa diandalkan.

Di sisi lain, dompet di saku celana tak lagi menyimpan banyak uang. Bahkan, dalam beberapa bulan selama pandemi saya hanya menyisakan lembaran uang tak lebih dari Rp200.000 setiap bulannya di dalam dompet. Sebab sebagian besar dana bulanan telah diubah menjadi deretan angka saldo uang elektronik maupun saldo di aplikasi digital banking.

Itu baru satu kebiasaan. Dalam urusan lain pun tak jauh berbeda. Sejumlah bukti transaksi dan invoice pembayaran di kotak masuk email menjadi saksi betapa dengan digital banking saya mampu mengupayakan berbagai kebutuhan secara lebih mudah. Mulai dari yang sederhana seperti membeli pulsa dan data internet, mengisi ulang dompet digital, sampai urusan transfer, belanja online, pembayaran bulanan, membeli tiket konser virtual, dan masih banyak lagi.

Bagi saya kebiasaan bertransaksi secara digital sebenarnya bukan hal baru, tapi tak dipungkiri kebiasaan-kebiasaan tersebut akhirnya menjadi pilihan pertama sekaligus andalan utama selama pandemi Covid-19.

Aplikasi M2U dari Maybank (foto: dokumentasi pribadi).
Aplikasi M2U dari Maybank (foto: dokumentasi pribadi).
Memang saya sempat tergagap ketika hendak menyelaraskan antara keharusan menjalani physical/social distancing dengan menata ulang sejumlah kebiasaan sambil merancang pengelolaan keuangan yang tepat. Ada pula sedikit kekhawatiran soal keamanan seiring frekuensi transaksi digital yang meningkat.

Namun, ternyata semuanya tak serepot yang saya bayangkan. Saya merasa beruntung telah memiliki pengalaman memanfaatkan digital banking selama beberapa tahun terakhir. Itu mempercepat dan mempermudah adaptasi gaya hidup aman dan selamat di tengah pandemi.

Malah saya bisa menemukan sejumlah pengalaman dan kenyamanan baru dengan mencoba beberapa fitur yang sebelumnya jarang dimanfaatkan.

Soal keamanan juga tak lagi saya cemaskan secara berlebihan. Bukan berarti menganggap enteng urusan yang satu ini. Namun, teknologi digital banking telah semakin canggih. Bank telah menyematkan sejumlah piranti keamanan yang berlapis tanpa mengurangi kemudahan bertransaksi.

Hal itu pun ditegaskan oleh Michel Hamilton selaku Chief Strategy, Transformation & Digital Officer Maybank Indonesia. Secara spesifik ia mencontohkan Maybank dan aplikasi M2U yang menempatkan aspek keamanan sebagai salah satu prioritas utama pelayanan. Menurutnya kemudahan sekecil apapun tetap harus disertai dengan keamanan semaksimal mungkin.

Walau demikian ia tak memungkiri masih ada kendala dalam mendorong masyarakat agar mau memanfaatkan layanan digital banking secara maksimal. "Ada mindset khawatir sebelum mencoba," ujar Michel.

Lebih jauh disebutkan bahwa di satu sisi masyarakat Indonesia cukup terbuka dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap inovasi teknologi seperti digital banking dan keuangan digital lainnya. Namun, di sisi lain masyarakat juga mudah khawatir dan ragu-ragu terhadap layanan perbankan.

Padahal, pengalaman menunjukkan bahwa sekali seseorang mencoba digital banking, ia akan segera merasa nyaman dan ingin terus menggunakanya.

Itu terbukti benar. Persis seperti yang saya alami ketika dulu pertama kali mencicipi digital banking.

Kini kenyamanan dan kemudahan digital banking dirasakan semakin kuat. Sebab orientasi memanfaatkan digital banking tak hanya sebatas untuk menjangkau berbagai kebutuhan.

Akan tetapi juga sebagai salah satu ikhtiar penting guna melindungi diri dan beradaptasi lebih baik agar bisa bertahan di tengah pandemi.
Untuk lebih jelasnya, silakan simak video M2U ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun