"Om, tulisanmu di Kompasiana ditanggapi Pak Sekda". Kabar itu saya terima Sabtu (3/10/2020) pagi. Kakak saya yang tinggal di Purbalingga memberitahukannya.
Tulisan yang dimaksud ialah artikel "Pak Ganjar Pranowo, Lihatlah 'Pesta Corona' di Purbalingga Ini". Saya menayangkannya pada 28 September 2020 berdasarkan pandangan mata sehari sebelumnya.
Artikel tersebut memang tidak viral di media sosial. Tak juga populer di blog. Walau demikian, tulisan itu tampaknya telah sampai ke pihak-pihak yang memang lebih perlu untuk membacanya. Artikel itu telah mencapai sasaran terpentingnya, yakni mendorong perbaikan dan menghentikan pembiaran.
***
Sebenarnya tak ada yang membanggakan dengan artikel di blog yang dibaca oleh pejabat. Sebab artikel semacam itu mestinya tak perlu ada di tengah pandemi seperti sekarang. Terlebih lagi kejadiannya sangat mencolok di jantung kota. Tanpa harus ada artikel itu mestinya pihak-pihak yang memiliki wewenang sudah tahu apa yang perlu dilakukan.
Sayangnya seakan sudah jadi kultur sebagian pejabat dan aparat yang cenderung reaktif. Baru bertindak jika ada "laporan" atau tersiar kabarnya di media sosial, meskipun sesuatu yang dilaporkan itu sebenarnya terpampang di depan mata. Sikap reaktif juga dimiliki oleh masyarakat Indonesia yang baru mengamini sesuatu jika sudah mengalaminya sendiri atau terjadi di lingkungan terdekat sendiri.
Begitulah yang terjadi selama pandemi Covid-19. Banyak masyarakat menganggap remeh dan tidak percaya Corona karena belum mengalaminya dan belum ada orang-orang terdekat yang menjadi korban.
Di sisi lain  ketidaktegasan dan pembiaran terhadap pelanggaran protokol kesehatan telah memperkuat anggapan masyarakat bahwa Covid-19 memang tidak berbahaya. Oleh karena itu, masyarakat tidak sepenuhnya bisa disalahkan karena mereka melihat sebagian pemimpin, pejabat, dan aparat hanya merespon pandemi secara biasa dan ala kadarnya.
***
Hal yang menarik ialah beberapa jam setelah artikel tersebut tayang di Kompasiana, Gubernur Ganjar Pranowo mengklaim bahwa Jawa Tengah telah terbebas dari zona merah Covid-19. Pernyataan gubernur tersebut dikutip oleh beberapa media.
Pada hari yang sama artikel di Kompasiana itu juga sampai ke tangan media ketika malam harinya saya menerima pesan dari RRI Pro 3 Kantor Pusat Jakarta.
Esoknya dalam salah satu beritanya RRI menyorot penanganan pandemi Covid-19 di Jawa Tengah. Di situ muncul pernyataan terbaru Gubernur Ganjar Pranowo yang menyebutkan kalau Kabupaten Purbalingga termasuk satu dari empat kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan kinerja penanganan pandemi terendah.
Tak diketahui pasti apakah artikel saya di Kompasiana "terlibat" dalam rangkaian berita di atas. Artikel tersebut mungkin menjadi semacam laporan pembanding di antara klaim dan fakta tentang penanganan pandemi Covid-19 di Jawa Tengah pada umumnya dan Purbalingga pada khususnya.