Pandemi Covid-19 di Indonesia belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir. Sejumlah strategi dan kebijakan yang telah digulirkan belum juga berhasil mengendalikan penyebaran dan penularan Covid-19. Penularan justru terus meningkat. Kini, angkanya telah menyentuh batas psikologis 200.000 kasus.
Dari beberapa faktor penyebab sulitnya Indonesia keluar dari cekaman pandemi selama 7 bulan ini, salah satu yang disorot ialah lemahnya kepemimpinan dari tingkat pusat sampai daerah. Bisa dikatakan Indonesia kekurangan pemimpin yang memiliki visi kebencanaan.
Itu terlihat dari kebijakan-kebijakan yang kurang tanggap, komunikasi yang buruk, serta koordinasi yang lemah. Pendek kata, selain gagap dan buta pandemi kita juga bermasalah dalam hal kekompakan.
Efeknya menjalar hingga ke akar rumput. Masyarakat yang melihat kekacauan di tingkat atas menjadi kehilangan kepercayaan. Di sisi lain sebagian masyarakat diam-diam meniru perilaku para pemimpin dan pejabat yang kurang bisa menjadi teladan.
Ambil contoh beberapa waktu lalu sejumlah menteri ketahuan berfoto bersama dalam jarak dekat tanpa menggunakan masker. Padahal belum lama Presiden Jokowi melalui akun media sosialnya kembali mengajak masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan.
Beberapa hari ini kita juga disuguhi perilaku buruk beberapa bakal calon kepala daerah. Di sejumlah daerah para calon mengumpulkan pendukungnya dalam deklarasi dan arak-arakan pendaftaran ke KPUD. Belakangan diketahui sebanyak 46 bakal peserta pilkada itu terkonfirmasi positif terpapar Covid-19. Belum jadi pemimpin saja sudah menimbulkan bencana.
Itu hanya sekelumit contoh dan faktor kepemimpinan bukan satu-satunya penyebab pandemi sulit ditangani. Kesadaran masyarakat yang ironisnya semakin menurun juga berkontribusi. Kombinasi dua hal tersebut membuat pandemi semakin berlarut-larut.
Lonjakan angka positif Covid-19 yang menembus ratusan ribu merupakan hasil kombinasi buruknya manajemen kedaruratan pandemi yang menjadi bagian pemerintah serta ketidakberdayaan masyarakat untuk menghindari ancaman.
Di antara keduanya terbentang masalah kepercayaan dan kerja sama yang merupakan pilar penopang ketahanan terhadap bencana apapun, termasuk pandemi.
Jika faktor-faktor di atas tidak segera diperbaiki dan penularan Covid-19 di tengah masyarakat terus meningkat, kita pantas bertanya dengan penuh cemas. Sampai kapan kita akan bertahan? Akankah Indonesia akhirnya kalah melawan pandemi?
Hal penting yang mendesak kita butuhkan sekarang ialah energi baru berupa kesadaran dan perspektif yang lebih baik. Belum terlambat bagi Indonesia. Asalkan kegagalan mengendalikan pandemi selama 7 bulan ini segera direspon secara serius, cepat, dan tepat.