Akan tetapi normal baru versi Indonesia yang dilontarkan Pemerintah Presiden Jokowi ke tengah masyarakat cukup prematur. Normal baru membutuhkan bantalan dan prasyarat yang tak ringan.
Sayangnya selama bertarung melawan Covid-19 dua bulan terakhir ini, Indonesia belum cukup berhasil membangun bantalan atau landasan yang memadai untuk sebuah "the new normal".Â
Sejumlah prasyarat untuk memulai normal yang baru belum terpenuhi. Maka gagasan normal baru versi Presiden Jokowi ibarat mendirikan bangunan raksasa baru di atas pondasi yang minim dan rapuh. Pemerintah seolah mengajak rakyat untuk melakukan loncatan besar secara tiba-tiba tanpa pemanasan yang berhasil.
The new normal memang sebuah keniscayaan yang perlu dijelang oleh masyarakat dunia pasca Covid-19. Masalahnya sulit membayangkan bagaimana kitamemulai normal baru jika masyarakat dan pemerintah sama-sama tak disiplin.Â
Sulit membayangkan bagaimana normal baru dijalani di atas kesimpangsiuran, ketidaktegasan, serta ketiadaan evaluasi yang jelas atas segala upaya yang telah dijalankan sebelumnya.
"Kita belum sepenuhnya bisa mengendalikan Covid-19", begitu kata juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 beberapa hari lalu.
Oleh karena itu, kita pantas bertanya, apa modal yang telah kita miliki untuk melangkah ke normal baru? Bagaimana pemerintah merangkai gagasan the new normal? Apakah hanya gengsi demi ikut-ikutan seperti negara lain?
Saya khawatir gagasan normal baru Presiden Jokowi adalah bagian dari rangkaian kebimbangan pemerintah selama ini dalam memerangi Covid-19.Â
Seperti halnya kebijakan yang tidak konsisten, penegakan PSBB yang setengah hati, koordinasi antar lembaga yang kedodoran, serta komunikasi publik yang buruk, the new normal hanya letupan yang dilontarkan Presiden Jokowi berdasarkan penafsiran-penafsiran jangka pendek atas data yang seadanya.
Kita masih ingat beberapa Minggu lalu ketika pemerintah mengklaim keberhasilan PSBB di sejumlah daerah, termasuk Jakarta dalam menekan penyebaran Covid-19.Â
Hanya berdasarkan data harian pemerintah begitu yakin dengan efektivitas PSBB lalu mulai merencanakan pelonggaran-pelonggaran. Relaksasi transportasi dilakukan dan rencana pembukaan kantor serta fasilitas publik dilontarkan.
Namun, kemudian angka penyebaran Covid-19 kembali melonjak. Narasi pemerintah kembali berubah. Katanya tidak ada rencana pelonggaran PSBB. Katanya mudik tetap dilarang.