Pandemi Covid-19 memukul banyak kalangan tanpa pandang bulu. Termasuk petani serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pertanian. Namun, bukan berarti tak ada jalan sama sekali.
Wabah Corona memaksa Abdul Jalal Bisri memutar otak. Tak lagi hanya sebagai petani yang menunggu di kebun, ia mau selangkah menekuni UMKM pertanian. Melalui aplikasi marketplace daring ia mencoba menjangkau langsung pembeli. Hasilnya, setelah bertahun-tahun menjadi petani, Abdul Jalal Bisri baru kali ini menikmati harga jahe merah yang lebih baik.
Saya mengenal Abdul April lalu secara tak sengaja melalui aplikasi daring dari saat hendak membeli jahe merah. Setelah beberapa penjual, harga yang ditawarkan oleh Abdul lebih bersahabat. Penilaian dari para para pembeli sebelumnya juga baik. Itu yang akhirnya membuat saya memutuskan bertransaksi.
Tiga hari kemudian, pada 20 April 2020 paket 500 gram jahe merah dari Abdul saya terima dalam keadaan utuh. Malah saya mendapatkan bonus tak terduga.
Selain satu kantung jahe merah segar, saya juga mendapatkan satu kantung plastik tambahan berisi temulawak, kunyit, dan kulit kayu manis. Padahal saya hanya memesan dan membayar untuk 500 gram jahe merah seharga Rp32.000.
Penasaran dengan cara Abdul melayani jual beli jahe merah, saya lalu mencoba menghubunginya lewat chat di aplikasi Shopee. Abdul meresponnya dan bahkan mau memberi nomor telepon pribadinya.
Selasa, 21 April 2020, saya menghubunginya. Pesan whatsapp saya dibalasnya meski hari sudah malam. Selanjutnya obrolan ringan berlangsung selama sekitar 1 jam. Abdul bercerita banyak, termasuk mengutarakan duka sebagai petani yang terdampak Covid-19. Uraian berikut disusun berdasarkan percakapan saya dengan Abdul malam itu.
***
Abdul merupakan petani muda asal Desa Gunungsari, Pemalang, Jawa Tengah. Bercocok tanam sudah dikenalnya secara dekat sejak kecil melalui orang tuanya serta warga di kampungnya yang kebanyakan merupakan petani dan penggarap kebun.
Usai menuntaskan bangku SMK, pemuda 29 tahun ini memilih memanggul cangkul. Bersama ibunya ia mengolah kebun di kaki Gunung Slamet yang sejuk.
Di kebunnya ia menanam banyak sayuran dan empon-empon sekaligus. Tanaman seperti cabai, bawang merah, sawi, wortel, dan labu ia tanam bersama jahe merah, kunyit, dan temulawak.