Sebelum ada Wabah Corona, sudah lebih dulu ada penyakit kronis yang menjangkiti masyarakat kita selama Ramadan, yakni hasrat belanja berlebihan. Corona telah mengendalikan penyakit konsumtif tersebut.
Barangkali seperti itulah kualitas Ramadan yang diharapkan terpacar dari diri kita. Puasa yang diselimuti suasana batin penuh ketundukan, dikitari keprihatinan, serta dijalani dengan kesadaran untuk berperilaku sederhana.
Bertahun-tahun lamanya kita menjalani Ramadan yang identik dengan berburu segala macam takjil dan berbelanja banyak bahan makanan yang sebenarnya tidak terlalu  mendesak. Kita berpuasa menahan haus dan lapar, tapi secara ajaib pada saat bersamaan hasrat konsumsi kita umbar.
Sejak awal Ramadan saya tak menjumpai aksi borong bahan makanan secara berlebihan di supermarket langganan. Orang-orang mengisi troli dan keranjang belanja  masing-masing secara wajar. Tak terpancar dari wajah dan mata mereka hasrat berbelanja yang menggebu-gebu. Tak ada pula antrean panjang di kasir akibat orang yang belanja begitu banyak sehingga kasir perlu waktu lama untuk menghitung dan mengemasnya ke dalam kardus-kardus.
Barangkali ini pengaruh pembatasan jumlah pengunjung untuk mencegah penyebaran Covid-19. Namun, di luar pun tidak banyak antrean orang-orang yang menunggu giliran untuk masuk ke supermarket.
Fenomena panic buying memang saya jumpai pada awal Maret 2020 ketika Covid-19 mulai merebak di Indonesia. Kejadiannya pernah saya ceritakan sebelumnya di Kompasiana.
Baca juga: Cara Supermarket di Yogyakarta Melawan Panic Buying Akibat Corona
Ketika itu terlihat jelas bagaimana orang-orang berusaha secepat mungkin meraih gula, minyak goreng, mie instan, makanan beku, dan sebagainya.
Mereka tergesa-gesa berpindah dari satu rak ke rak lain dan seterusnya sampai troli isinya menggunung. Antrean segera mengular di kasir. Belasan kasir ditugaskan, tapi panjangnya antrean seolah tak putus-putus. Petugas sampai mengarahkan sebagian pembeli untuk berpindah ke kasir di lantai dua dan tiga.
Namun, aksi borong dan kalap belanja semacam itu tak saya jumpai lagi. Setidaknya di supermarket langganan saya ini. Di supermarket dan swalayan lain yang sempat dua atau tiga kali saya datangi juga tak tampak para pembeli yang kalap. Demikian pula ketika mencoba menengok ke arah diri sendiri. Ternyata pada Ramadan kali ini saya bisa lebih "mengendalikan diri" untuk urusan belanja dan jajan.
Tampaknya Corona telah memainkan peran yang besar dalam perang melawan hawa nafsu pada Ramadan kali ini. Di satu sisi kita sebenarnya punya pembenaran untuk menjadi lebih kalap belanja dengan pertimbangan wabah bisa jadi akan menyulitkan keluar berbelanja di hari-hari selanjutnya. Jadi, saat ini kita perlu memborong sebagai persediaan.