Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Corona Mampu Mengekang Hawa Nafsu Kita, Haruskah Manusia Hidup Bersama Virus Seterusnya?

2 Mei 2020   12:45 Diperbarui: 2 Mei 2020   13:03 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bimbang memutuskan bisa jadi awal mula kalap belanja (dok. pri).

Akan tetapi bukan sisi itu yang tampak. Justru sisi lainnya yang telah menumbuhkan kebijaksanaan kita dalam mengekang hawa nafsu dan hasrat konsumsi yang menggebu-gebu.

Corona dan Ramadan secara bersama-sama menuntut kita lebih bijaksana dalam berbelanja (dok. pri).
Corona dan Ramadan secara bersama-sama menuntut kita lebih bijaksana dalam berbelanja (dok. pri).
Bagaimana wabah Corona pada Ramadan kali ini mampu mengeliminasi kebiasaan konsumtif kita? Setidaknya ada empat kondisi selama pandemi Covid-19 yang berkontribusi pada keinsyafan kita untuk mengurangi perilaku kalap belanja.

Pertama, ketidakpastian memicu kita untuk melakukan penghematan. Telah ada banyak studi yang memprediksi akhir pandemi Covid-19. Secara umum Corona diprediksi akan mulai mereda pada Juni hingga Juli atau sesaat setelah Ramadan berakhir. Kabar itu memunculkan semangat dan optimisme.

Namun, sebenarnya belum ada kepastian yang benar-benar melegakan sejauh ini. Di luar prediksi tentang akhir pandemi, lebih banyak ketidakpastian yang menanti. Bahkan, ketidakpastian itu makin jelas hari demi hari. Mulai dari orang yang kehilangan pekerjaan, dirumahkan, dipotong gajinya, tutup usahanya, terkuras tabungannya, menurun daya belinya dan sebagainya.

Dihadapkan pada kondisi semacam itu, banyak orang yang mulai bersikap lebih rasional dalam menjalani puasa Ramadan. Menghemat pengeluaran jadi satu-satunya pilihan yang logis. Maka jajanan pendamping berbuka bukan lagi jadi kebutuhan utama. Tak perlu lagi memasak aneka menu pilihan sebanyak selera setiap anggota keluarga.

Memborong makanan instan (dok. pri).
Memborong makanan instan (dok. pri).
Motivasi lainnya mungkin saja ada. Misalnya menghemat pengeluaran Ramadan demi memelihara harapan bisa pulang kampung setelah pandemi berakhir. Biaya pulang kampung yang tidak sedikit menuntut orang untuk lebih berhemat lagi.

Apapun itu, Corona selama Ramadan telah menimbulkan ketidakpastian yang menuntut kita meresponnnya secara bijaksana, yakni dengan mengetatkan pengeluaran.

Kedua, physical distancing menjaga kita dari godaan. Bukan berarti sepinya penjual takjil dan street food pada Ramadan kali ini merupakan kabar baik. Pelaku usaha jajanan Ramadan tentu terpukul.

Namun, tak dimungkiri bahwa dorongan konsumtif kita selama ini salah satunya dipicu oleh pandangan mata kita yang mudah tergoda oleh aneka macam jajanan, makanan, dan minuman yang memenuhi jalanan selama Ramadan. Penerapan physical distancing yang membatasi aktivitas perekonomia di tempat-tempat umum telah menjauhkan jarak kita dari aneka takjil yang menggoda. Pada saat bersamaan jumlah penjualnya pun tak lagi banyak.

Ketiga, kelangkaan mendorong kita untuk mencari subtitusi. Seolah menjadi berkah tersembunyi bahwa Corona telah memperpanjang kelangkaan sejumlah produk seperti gula pasir. Selain sulit ditemui, harganya pun melambung tinggi.

Kondisi ini disikapi secara bijaksana oleh sebagian masyarakat. Kelangkaan gula pasir menguatkan motivasi banyak orang untuk mengurangi konsumsi aneka hidangan yang serba manis. Dengan sendirinya belanja produk-produk tertentu ikut berkurang. Sekarang orang merasa cukup dengan kurma atau teh manis saja. Tak lagi memaksakan diri untuk menambahnya dengan kolak dan minuman segar lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun