Senin pagi (23/3/2020) di Yogyakarta tak pernah selengang ini. Bahkan dibanding musim libur semester perguruan tinggi ketika sebagian mahasiswa perantau pamit menjenguk kampung halamannya, ini masih lebih lengang.
Sepintas mirip dengan akhir Ramadan manakala Yogyakarta ditinggal serempak oleh banyak warganya yang mudik. Jalan Kaliurang yang membelah kawasan padat paling berkembang di Yogyakarta tak disesaki kendaraan.Â
Hanya beberapa mobil, sepeda motor dan bus Trans Jogja yang melintas dalam keganjilan. Padahal, biasanya antara pukul 7 hingga 9 pagi, jalan utama menuju kampus Universitas Gadjah Mada ini merayap kondisinya.
Begitu sepi hingga mudah bagi saya menyeberang jalan. Aktivitas pagi itu saya niatkan untuk beberapa tujuan sekaligus. Pertama menggerakkan tubuh untuk mencari keringat.Â
Kedua menuju ATM untuk menarik tunai sekadar mengisi dompet secukupnya dan top up uang elektronik. Ketiga, selesai dari ATM saya kembali sekalian mampir membeli sarapan dan beberapa kebutuhan.
#Dirumahaja tak bisa menahan kita untuk benar-benar berdiam di rumah. Sejumlah kebutuhan mengharuskan kita untuk melangkah keluar dan berinteraksi. Kebutuhan-kebutuhan seperti pangan dan kebutuhan rutin lainnya perlu dipenuhi dengan keluar rumah, menuju warung, atau berbelanja ke supermarket.
Namun, semua itu perlu dilakukan seefektif mungkin. Jangan terlalu lama dan perlu direncanakan waktu terbaiknya. Maka waktu sekitar 45 menit itu saya manfaatkan untuk memenuhi beberapa kebutuhan sekaligus.
Pagi itu saya menyusuri gang-gang tak jauh dari tempat tinggal. Terlihat bukan hanya jalan raya yang lengang. Gang-gang dan simpul-simpul jalan antar perumahan dan rumah kos yang sambung-menyambung menuju kampus juga terasa sepi.
Pada hari-hari normal dari mulut gang-gang itu tak henti mengalir orang-orang yang memulai aktivitasnya sejak pagi. Ojek online hilir mudik mengantarkan penumpang. Penjual gudeg, bubur ayam, gorengan, dan jajan pasar sudah ramai dikerumuni orang-orang yang perlu sarapan pagi.
Namun kali ini saya tidak melihat seorang penjual gudeg yang biasanya menghuni bagian depan sebuah toko. Sebuah gerobak bubur ayam yang biasanya sibuk melayani pembeli sejak pukul 6 pagi, kemarin terbungkus terpal dengan tali yang mengikat rapat. Langkah kaki warga dan para mahasiswa yang biasanya tergesa-gesa kini hanya menyisakan bayangannya.