Akan tetapi kita tahu seperti apa Ahok. Langkahnya digerakkan tidak hanya oleh keyakinan relijius. Lebih dari itu, Ahok adalah seorang seorang humanis yang mencintai kemanusiaan.Â
Sebagaimana seorang humanis, ia menggunakan tangan, kaki, dan keberadaan dirinya untuk mengupayakan kehidupan yang lebih manusiawi.
Tidaklah sulit untuk menangkap jiwa dan semangat humanisme Ahok jika melihat sepak terjangnya, kebijakannya, serta warisan kerjanya baik saat menjadi bupati, anggota dewan, maupun gubernur.Â
Jika politik adalah cara untuk meraih kekuasan, maka falsafah humanisme menuntun Ahok menggunakan kekuasaan untuk memanusiakan manusia. Ahok menghayati politik sebagai ladang berkarya untuk memudahkan kehidupan sebanyak-banyaknya orang.
Sekarang ia tak lagi berkuasa secara politik. Namun, tertutupnya satu pintu senantiasa diikuti dengan terbukanya pintu dan kesempatan baru.
Semangat Baru Filantropi
Hal lain yang bisa dielaborasi dari Jangkau adalah semakin melajunya gerak filantropi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Bukan berarti sebelumnya orang Indonesia tak menghayati semangat filantropi. Sejak dulu masyarakat kita dikenal sebagai masyarakat gotong royong yang penuh empati pada sesama.
Tapi dari waktu ke waktu sentuhan kemajuan teknologi, internet dan media sosial berhasil mengamplifikasi sifat murah hati masyarakat Indonesia. Ada semacam semangat baru yang menggerakkan orang-orang untuk mengulurkan tangannya menjangkau orang lain yang kesusahan.
Melalui situs ini siapapun bisa menggalang dana bantuan sekaligus mempromosikan berbagai program bantuan. Kita sudah menyaksikan hasilnya yang menakjubkan.Â
Contoh lainnya adalah Go-Give yang difasilitasi oleh aplikasi Gojek. Pengguna Gojek sering menerima pemberitahuan di layar smartphone-nya yang berisi kampanye atau ajakan untuk berdonasi.