Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Suwarto dan Es Badeg Penyambung Hidupnya di Purwokerto

15 Juli 2019   09:38 Diperbarui: 24 Juli 2019   12:59 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suwarto berjualan | Dok. pribadi

Badeg bagi Pak Suwarto bukan sekadar minuman. Dengan Badeg ia menyambung hidup. Di hari tuanya ia berjualan Es Badeg yang kian hari kian terpinggirkan oleh zaman.

Waktu menunjukkan pukul 11.00 WIB dan sinar matahari terasa mulai menyengat kulit. Hari itu, Sabtu (13/7/2019) di tepi Jalan Gatot Subroto, di salah satu sudut simpang empat Pasar Manis Kota Purwokerto, seorang laki-laki berperawakan agak gemuk duduk di atas kursi plastik warna hijau. 

Ia tampak diam seolah sedang menunggu sesuatu. Berjarak beberapa langkah di depannya terdapat sebuah gerobak biru bertuliskan "es badeg".

"Permisi, Pak. Mau esnya satu". Ia seperti terkejut dan terbangun mendengar permintaan saya. Mungkin saat itu ia sedang termenung atau setengah melamun.

Ia mempersilakan saya duduk di sebuah kursi plastik lainnya. Lalu ia bangkit menghampiri gerobak biru itu. Melihat caranya melangkah dan mengangkat kaki, segera tertangkap bahwa satu kakinya sudah sulit untuk diajak melangkah cepat.

Pak Suwarto berjualan Badeg dari pukul 10.00-15.00 WIB (dok. pri).
Pak Suwarto berjualan Badeg dari pukul 10.00-15.00 WIB (dok. pri).
Suwarto, nama laki-laki berusia 69 tahun itu. Rumahnya di daerah Purwokerto Barat berjarak hampir 3 km dari tempatnya berjualan Es Badeg saat ini. Sudah empat tahun ia menjajakan Es Badeg. 

Badeg adalah sebutan masyarakat Banyumas untuk air nira yang disadap dari tandan bunga kelapa. Selain dijadikan bahan utama pembuatan gula merah atau gula jawa, dahulu Badeg juga sering dijadikan minuman. Rasanya yang manis dan menyegarkan. 

Jika didiamkan selama beberapa hari Badeg akan memunculkan rasa masam dengan sensasi rasa seperti mint. Itu akibat proses fermentasi. Maka air badeg yang sudah didiamkan terlalu lama sebaiknya jangan diminum karena kandungan alkoholnya telah bertambah.

Es Badeg yang dijual Pak Suwarto dengan harga Rp3000 per gelas (dok.pri).
Es Badeg yang dijual Pak Suwarto dengan harga Rp3000 per gelas (dok.pri).
Lain halnya dengan Es Badeg yang dijual Pak Suwarto. Sama sekali tidak terlacak rasa masam karena ia menggunakan Badeg yang masih segar. Rasanya manis, tapi tidak terlalu pekat karena ia tidak menambahkan gula, sirup maupun pemanis tambahan lainnya. "Bakal gula ya nggak usah pakai gula", kata Pak Suwarto.

Badeg itu dibelinya langsung dari penderes atau penyadap bunga kelapa dengan harga Rp4000 per liter. Satu liter Badeg bisa untuk membuat dua sampai tiga gelas minuman Es Badeg, tergantung banyak sedikitnya es yang ditambahkan.

Kalau pembeli minumannya tidak ingin banyak es atau bahkan tidak menghendaki es, maka ia menuangkan lebih banyak Badeg. Itu berarti semakin sedikit Es Badeg yang bisa dibuatnya dari setiap liter Badeg.

Hari itu Pak Suwarto membawa 15 liter Badeg yang disimpannya dalam tiga wadah dari potongan bambu. Badeg sebanyak itu biasanya baru habis terjual dalam 2 hari. 

Es Badeg yang manis dan segar (dok. pri).
Es Badeg yang manis dan segar (dok. pri).
Dengan harga Es Badeg sebesar Rp3000 pendapatan dan keuntungan yang diperolehnya tidaklah banyak. Apalagi menurutnya peminat Es Badeg sudah sangat jarang. "Minuman jadul kan ya, sudah nggak banyak yang suka", terangnya.

Meskipun demikian, ia tetap berjualan Es Badeg sebagai penyambung hidup. Apalagi setelah ia berhenti menjadi sopir. Dulu ia bekerja sebagai sopir truk pengangkut BBM di sebuah agen distributor minyak. "Kalau jualan dawet modalnya besar", kata Pak Suwarto menjelaskan alasannya memilih berjualan Es Badeg sejak 2015.

Awalnya Pak Suwarto berjualan dengan cara berkeliling. Ia berjalan kaki mendorong gerobaknya ke terminal Purwokerto, Taman Andang Pangrenan, hingga ke tengah kota Purwokerto.

Namun, kondisi kakinya yang sakit membuatnya kini menempuh cara lain. Dua tahun belakangan ia tak lagi berkeliling dan memilih berjualan di sebelah barat Pasar Manis Purwokerto.

Lokasi itu berada di ujung Jalan Gatot Subroto yang berbatasan langsung dengan Jalan Pemuda menuju Stasiun Purwokerto. "Mulai (jualan) jam 10 di sini (samping Pasar Manis). Nanti habis dzuhur sampai jam 3 di samping stasiun, dekat (kantor) Herona", jelasnya.

Pak Suwarto dan Es Badeg yang kian ditelan zaman (dok. pri).
Pak Suwarto dan Es Badeg yang kian ditelan zaman (dok. pri).
Pak Suwarto pernah berpikir untuk berjualan es menggunakan sepeda motor. Ia pun mempunyai keinginan  membeli sepeda motor bekas yang bisa digunakannya sebagai pengganti gerobak dorongnya saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun