Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belajar dari Kiai Hasyim Asy'ari, Mahaguru Umat Islam Indonesia

27 Mei 2019   21:23 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:49 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Andai ada 10 orang seperti KH. Hasyim Asy'ari yang berdakwah di Eropa, maka sebagian besar orang Eropa akan memeluk Islam"

Kehidupan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini memunculkan kecenderungan untuk mempertentangkan lagi antara agama dan budaya. Sementara di kalangan umat Islam sendiri kembali menguat dikotomi Islam tradisionalis dan modernis. 

Kenyataan tersebut di satu sisi tak bisa dihindari sebagai bagian dari dinamika masyarakat yang terus berpikir mengikuti zaman. Namun, di sisi lain kehendak untuk mempertentangan secara tajam perbedaan-perbedaan semacam itu memperlihatkan terjadinya kemunduran mengingat sudah sejak lama para tokoh dan ulama besar negeri ini memberi petunjuk dan teladan bagaimana semestinya kita hidup di tengah masyarakat.

Salah satunya, belajarlah pada KH. Hasyim Asy'ari, sang Hadratussyaikh pemersatu umat Islam Indonesia. Ia adalah ulama besar, tokoh pesantren, sekaligus pahlawan yang jasa dan warisannya  teramat besar untuk dilupakan. 

Jika ada yang masih asing dengan KH. Hasyim Asy'ari, bisa membaca lebih dulu tentang kebesaran sosok Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Wahid Hasyim. Gus Dur adalah cucu KH Hasyim Asy'ari. Sedangkan Wahid Hasyim, menteri agama pertama Republik Indonesia, ialah putra Hadratussyaikh dan ayah dari Gus Dur.

Tebuireng

Salah satu warisan terbesar KH Hasyim Asy'ari adalah Pondok Pesantren Tebuireng yang berpusat di Jombang, Jawa Timur dan sekarang telah memiliki cabang di beberapa daerah di luar Jawa. Hadratussyaikh mulai mendirikan Tebuireng pada 1899. 

Tidak mudah untuk mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. Hadratussyaikh harus menghadapi intimidasi dari pihak-pihak yang tidak menghendaki keberadaan pondok pesantren di daerah tersebut. Apalagi pada masa itu di Tebuireng berdiri sebuah pabrik gula di mana banyak karyawannya sering melakukan perbuatan maksiat sambil menghabiskan uang gaji dari pabrik.

Akan tetapi berkat doa, kerja keras, dan keikhlasan beliau serta bantuan dari sejumlah pihak, Pondok Pesantren Tebuireng mampu berdiri. Mengingat Tebuireng masih terus bertahan dan berkiprah hingga saat ini, maka pondok Tebuireng menjadi salah satu pondok pesantren terbesar dan tertua di Indonesia. 

Sederet nama ulama besar Indonesia lahir dari tangan dingin pengajaran KH. Hasyim Asy'ari di Tebuireng. Di antaranya adalah Kiai Abdul Manaf (pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri), Kiai Bisyi Syamsuri (Pondok Pesantren Denanyar Jombang), Kiai Jazuli Usman (Pondok Pesantren Ploso Kediri), dan Kiai Chudlory (Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang).

Melalui Pondok Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asy'ari mengajarkan Islam dengan menekankan pada pembentukan karakter dan pemahaman terhadap kehidupan masyarakat. KH Hasyim Asy'ari mengajarkan kepada para santrinya untuk mengamalkan ilmu-ilmu agama dalam kehidupan sehari-hari. Amal adalah puncak dari ilmu, sedangkan aktualisasi nilai-nilai agama diperlukan mengingat setiap santri akan hidup bermasyarakat.

Kisah berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng (dok. pri).
Kisah berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng (dok. pri).
Prinsip lainnya yang diajarkan oleh KH Hasyim Asy'ari adalah pentingnya berproses dalam memahami agama tanpa paksaan. Prinsip beliau ini bisa dipelajari salah satunya lewat kisah nyata seorang insinyur dari Jerman keturunan Belanda yang belajar kepada Hadratussyaikh.

Pria itu bernama Karl von Smith yang pertama kali bertemu dengan KH. Hasyim Asy'ari pada 1931. Menurut Karl von Smith andai ada sepuluh orang seperti KH. Hasyim Asy'ari yang berdakwah di Eropa, maka tak diragukan lagi bahwa hampir semua orang Eropa akan memeluk Islam. 

Bukan tanpa alasan Karl von Smith menyampaikan hal itu. Selama menimba ilmu dari KH Hasyim Asyari, ia tak pernah dipaksa untuk segera memeluk Islam. KH Hasyim Asyari menuntunnya secara lemah lembut dan menarik dengan menunjukkan contoh-contoh sederhana peristiwa kehidupan. Pada awal pengajaran KH Hasyim Asyari tak sekalipun menyampaikan ayat-ayat AlQuran maupun hadist.

Semua proses dijalani dengan sangat mengesankan. Bahkan setelah itu KH Hasyim Asy'ari tetap membebaskan Karl von Smith menentukan agama yang akan dianutnya sendiri. Beliau hanya memberi petunjuk, membuka wawasan, dan memaparkan pengetahuan. Berkat semua itulah Karl von Smith justru mantap untuk memeluk Islam.

Pengajaran dan dakwah yang dikembangkan oleh KH. Hasyim Asy'ari melalui Pondok Pesantren Tebuireng adalah pemahaman bahwa agama Islam menuntun umat pada kebaikan. Melalui agama manusia belajar memahami makna dalam setiap peristiwa. Dengan Islam manusia diarahkan untuk menghormati kehidupan. 

Pemikir Ulung

KH. Hasyim Asy'ari juga seorang pemikir yang ulung. Bagi beliau berpikir dan menulis adalah ikhtiar yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan manusia dalam mendapatkan dan mengamalkan ilmu. Sepanjang hayatnya Hadratussyaikh telah melahirkan puluhan kitab.

Jumlah karyanya diyakini jauh lebih banyak lagi dibanding yang sudah terlacak sampai saat ini. Bahkan jika ditambah dengan khotbah-khotbahnya, catatan mengenai gagasan dan pemikiran beliau akan semakin tebal.

Salah satu buah pemikiran besar KH. Hasyim Asy'ari adalah Qanun Asasi yang memuat  konsep Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja). Meski dimunculkan hampir seabad lampau, konsep Aswaja terbukti mampu dipahami dan diikuti oleh banyak orang hingga hari ini. Tentu saja dengan sejumlah aktualisasi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Menariknya, karya-karya KH Hasyim Asy'ari yang kemudian dialihbahasakan dipelajari juga oleh negara lain. Arab Saudi bahkan meminta beberapa naskah karya KH Hasyim Asy'ari. Fakta ini sangat menarik bila menganalisis perkembangan Islam di Arab Saudi yang semakin moderat. Apakah hal itu turut dipengaruhi oleh pokok pikiran dan ajaran KH. Hasyim Asyari?

Nahdlatul Ulama

Tak mungkin memisahkan KH. Hasyim Asy'ari dari Nahdlatul Ulama (NU). Hadratussyaikh adalah pendiri sekaligus tokoh besar yang tak tergantikan bagi NU.

Pada 1926 KH. Hasyim Asy'ari bersama KH. Wahab Chasbullah, KH. Bisri Syansuri, serta sejumlah ulama terkemuka lainnya dari Jawa mendirikan Nahdlatul Ulama. Ide pembentukan NU sebenarnya berasal dari KH Wahab Chasbullah. Namun, Kiai Wahab berpandangan bahwa organisasi NU hanya dapat diwujudkan oleh KH. Hasyim Asy'ari.

Rupanya butuh waktu lama untuk meyakinkan KH. Hasyim Asy'ari agar mau mendirikan NU. Pada waktu itu Hadratussyaikh berpandangan bahwa pembentukan NU bisa menyebabkan masyarakat, terutama umat Islam semakin terkotak-kotak. Pandangan semacam  ini membuktikan bahwa sebagai ulama tradisional KH. Hasyim Asyari memiliki visi yang berorientasi pada persatuan umat.

Meski demikian, berkat pendekatan penuh kesabaran dari Kiai Wahab dan ulama lainnya, serta tentunya hasil perenungan KH. Hasyim Asy'ari sendiri, Nahdlatul Ulama akhirnya didirikan.

Hadratussyaikh segera tampil sebagai pemimpin NU. Gagasan dan pemikiran beliau memberi bentuk, isi, dan arah NU sebagai organisasi Islam moderat yang menghargai eksistensi budaya lokal. Gagasan dan pemikiran besar KH. Hasyim Asyari terus diwariskan serta menginspirasi semangat-semangat yang diusung NU sampai hari ini,  salah satunya adalah Islam Nusantara. 

Hingga wafat pada 1947, KH. Hasyim Asyari masih menempati posisi sebagai Rais Akbar NU. Sejak KH. Hasyim Asyari tiada hingga kini posisi Rais Akbar tak pernah diduduki oleh tokoh lain. Salah satu bukti dan pengakuan bahwa sosoknya tak tergantikan sampai kapanpun.

Segenap sifat ketokohan, kepemimpinan, dan kharisma KH. Hasyim Asy'ari adalah perwujudan dari luasnya visi dan wawasan beliau terhadap agama serta kehidupan. Kukuh memegang prinsip-prinsip Islam, tapi lembut dan tidak kaku dalam penyampaiannya. Ulama tradisional yang kuat memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat, tapi memiliki pandangan yang maju. Itulah KH Hasyim Asy'ari, mahaguru umat Islam Indonesia sepanjang zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun