Dalam situasi sulit dan terbatas setiap orang pada dasarnya ingin melawan kesulitan dan keterbatasan itu. Saat itulah setiap orang punya potensi lebih kuat untuk bisa diandalkan.
Delapan orang sedang menghadapi kesulitan. Rombongan yang berisi seorang pemandu dan tujuh orang wisatawan itu terjebak di tengah hutan karena minibus yang ditumpangi mogok.Â
Hari pun mulai gelap. Kondisi rombongan membuat situasi bertambah sulit. Ada anak kecil pengidap asma dan ada yang kakinya terkilir. Ada yang meski sudah sering keluar masuk hutan, tapi berusia lanjut dan belakangan ia "hilang" di dalam hutan.Â
Demikian pula anggota-anggota lainnya yang saat itu dihimpit keterbatasan sehingga nasib rombongan ditentukan oleh sejauh mana mereka bisa menemukan solusi dan mengambil keputusan tepat secara cepat.
***
Situasi yang dialami rombongan itu membangkitkan ingatan saya tentang situasi-situasi sulit di hutan. Walau tidak sama persis, setidaknya sudah tiga kali saya berhadapan dengan situasi darurat di alam liar.Â
Salah satunya terjadi pada Juni 2013 saat mengikuti eksplorasi Anggrek di kawasan hutan Nglanggeran, di Gunungkidul, Yogyakarta. Satu anggota terpeleset saat menuruni lembah yang terjal. Ia mengalami patah kaki sehingga tidak bisa bangkit dan berjalan.
Kecelakaan itu kami ketahui dari isyarat minta tolong yang berasal dari bunyi peluit. Sudah menjadi SOP dalam setiap eksplorasi di alam setiap orang membawa peluit. Kami mengenal isyarat bunyi peluit yang berbeda-berbeda untuk beberapa kondisi, seperti tersesat, bertemu dengan binatang buas, dan mengalami kecelakaan.
Selanjutnya korban langsung dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil. Butuh waktu sekitar empat jam untuk mengatasi situasi mencekam tersebut.