Pergantian tahun sudah di depan mata. Saatnya memberikan penghargaan pada diri sendiri atas semua yang telah diupayakan selama setahun. Salah satu caranya adalah dengan berekreasi. Pilihannya bisa libur akhir tahun atau dimundurkan sedikit waktunya menjadi libur tahun baru.
Tak harus ke luar negeri karena stok destinasi wisata Indonesia masih melimpah. Dua atau tiga tahun terakhir saya pun memilih melancong ke Semarang dan Malang menjelang akhir tahun. Semarang saya datangi pada November 2017, sementara Malang saya jelajahi pada Desember 2016. Pada 2017 dan 2018 saya juga kembali ke Malang, tapi bukan pada akhir tahun.Â
Dari semuanya itu menjelajahi Malang pada 17-18 Desember 2016 adalah yang paling mengesankan karena saya bisa mengunjungi beberapa tempat wisata dan bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan. Selain itu, pada hari pertama sejak pagi sampai sore saya berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki tanpa menumpang kendaraan. Meski melelahkan, ternyata asyik juga menikmati Malang sambil meninggalkan jejak langkah.
Dari Pasar ke Pasar
Stasiun Malang Kota Baru menjadi pintu masuk saya ketika pada Sabtu, 17 Desember 2016, sekitar pukul 04.00 kereta api Malioboro Ekspres tiba di Malang. Hari masih gelap dan hawa dingin menyergap, saya memilih berdiam sesaat di dalam stasiun. Baru menjelang pukul 05.30 saya melangkah keluar dan mulai menapaki jalanan Malang yang agak basah.Â
Tempat pertama yang saya datangi adalah Pasar Klojen. Pasar merupakan tempat yang selalu ingin saya kunjungi setiap bepergian ke manapun. Selain untuk menyaksikan atraksi-atraksi kehidupan di dalamnya, pasar juga menghadirkan romantisme masa lalu karena saat kecil saya sering diajak Ibu ke pasar.
Pecel Bu Sri istimewa karena disajikan menggunakan pincuk daun pisang. Isiannya ada nasi putih, daun singkong, daun pepaya, tauge, daun kemangi, dan rempeyek. Tak ketinggalan mendol, sejenis olahan kedelai yang mirip tempe. Semua lalu disiram dengan bumbu kacang yang gurih. Bumbu tersebut dibuat sendiri oleh Bu Sri dan ia juga menjualnya sebagai oleh-oleh. Sebagai pelengkap pecel tersedia lauk tempe goreng, bakwan jagung, sate lilit, peyek ikan, dan kerupuk. Padu padannya membuat pecel Bu Sri semakin nikmat.
Saat hendak membayar ternyata Bu Sri menolak uang yang saya sodorkan. Katanya ia senang bertemu dan berbagi cerita dengan saya pagi itu. Tapi saya tetap ingin membayar karena pecel buatannya enak. Bu Sri pun akhirnya mempersilakan saya membayar dengan diskon separuh harga. Sungguh pagi yang menyenangkan di Malang bersama Bu Sri.
Di pasar ini saya menemukan jajanan dengan nama yang unik, yaitu Kue Lumpur Kentang Wolak-Walik. Rasanya ternyata enak. Meski bagian luarnya agak kering, tapi saat digigit lidah mencecap rasa manis yang lembut dan lumer.