Senin, 7 Mei 2018, saya menerima pesan whatsapp dari Dwi Satriani, guru SD Inpres 62 Kampung Gaya Baru, Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat. "Ini bukunya sudah diterima, Pak", tulis Ibu Dwi. Bersama pesan yang dikirim ia menyertakan beberapa foto kegiatan murid-murid SD di sana pada hari itu.
Senang rasanya menerima kabar baik dari tanah Papua. Apalagi pada foto-foto itu terlihat para murid antusias membaca buku di sebuah halaman terbuka yang menurut Ibu Dwi merupakan taman bacaan sekolah. Ibu Dwi lalu menceritakan bahwa lokasi SD tempatnya mengajar di Manokwari Selatan belum tersentuh internet. Pesan whatsapp pun baru bisa ia kirim saat sedang di kota. Ketiadaan akses internet membuat buku menjadi sumber bacaan yang paling diandalkan untuk menambah pengetahuan murid-muridnya. Ia banyak mengharapkan sumbangan buku dari luar daerah. Oleh karena itu, saat buku-buku yang saya kirimkan sampai di tujuan, Ibu Dwi dan murid-muridnya merasa sangat gembira. Mereka langsung membacanya bersama-sama.Â
Mengetahui kegembiraan anak-anak SD di Manokwari Selatan membaca buku-buku yang saya kirimkan, saya merasa ikut senang dan bersyukur karena bisa mengupayakan sesuatu yang bermanfaat. Harapan atau keinginan saya adalah anak-anak di pelosok negeri bisa mendapatkan akses buku bacaan yang lebih baik.
Keinginan dan Mimpi
Keinginan tersebut berangkat dari pengalaman bahwa kesenangan saya membaca buku selama ini telah mengantarkan saya pada ilmu dan pengetahuan. Dari setiap halaman buku yang saya baca saya juga mendapatkan banyak inspirasi, semangat, dan juga hiburan. Semua itu telah memberi energi yang baik untuk saya.
Maka saya pun ingin anak-anak yang kurang beruntung atau tinggal di tempat-tempat yang jauh bisa merasakan yang sama. Jika mereka suka membaca atau memiliki buku-buku bacaan yang baik, mereka akan bisa menjemput pengetahuan, inspirasi, dan banyak manfaat lainnya yang pada gilirannya akan menjadi energi untuk mewujudkan mimpi masa depan mereka.
Inspirasi Dua Wanita
Sejujurnya, keinginan saya untuk ikut membangun mimpi anak-anak dengan cara mengirimkan buku-buku bacaan digerakkan oleh dua peristiwa berbeda yang pengaruhnya saling menguatkan. Suatu hari di bulan April 2017 saya membeli dan membaca buku karya Nila Tanzil yang berjudul Lembar-lembar Pelangi. Saya sangat menyenangi isinya dan buku tersebut menjadi salah satu buku favorit saya hingga kini. Tapi pada saat bersamaan buku itu juga membuat saya terusik.
Di dalam buku itu diceritakan bagaimana Nila menginisiasi dan membangun Taman Bacaan Pelangi di berbagai tempat di Indonesia. Ia merasa terkejut dan prihatin saat mengetahui lebarnya kesenjangan pengetahuan yang dimiliki oleh anak-anak di Flores. Ternyata pangkal masalahnya adalah keterbatasan sumber bacaan. Nila lalu membeli buku-buku bermutu di Jakarta dan kembali ke Flores sambil membawa semua buku itu. Dari sana ia mulai membangun perpustakaan dan taman bacaan di kampung-kampung di kawasan timur Indonesia. Meski tidak mudah, ia terus melakukannya hingga berhasil menggerakkan pihak-pihak lain untuk ikut membantu menyediakan buku-buku bacaan dan membangun taman bacaan di sejumlah tempat.
Setelah membaca buku Nila tersebut pikiran saya sering melayang. Saya membayangkan akan menyenangkan manakala saya bisa menjadi perantara kebaikan melalui buku-buku bacaan. Apa yang saya baca dan dapatkan dari buku-buku selama ini juga perlu dirasakan oleh orang lain.Â