Tengger adalah sebuah cerita. Lebih dari sekadar bentang alam, tapi bentang budaya. Tengger merupakan "pusaka saujana", begitu beberapa ahli menyebutnya.
Masyarakat Tengger adalah kelompok yang tinggal di bukit-bukit di sekitar Pegunungan Bromo dan Tengger. Mereka ada di sejumlah "Desa Tengger", seperti Ngadas (Kab. Malang), Wonotoro, Ngadirejo, Ngadisari (Probolinggo), Ranu Pani (Lumajang), Wonokitri, Tosari (Pasuruan).
Meski tersebar di banyak desa, masyarakat Tengger memiliki identitas spiritual, sosial, dan budaya yang unik sekaligus kuat. Mereka kaya akan upacara adat dan setia menjalankannya hingga kini. Berbagai aspek dalam masyarakat Tengger, terutama yang menyangkut upacara adat, inilah yang ditampilkan oleh Kompasianer Ukik melalui beberapa koleksi foto yang dipamerkannya di booth Kompasianer Malang "Bolang" pada gelaran Indonesia Community Day (ICD), 5 Agustus 2018.
"Saya bisa jadi asisten dukun karena istri saya berasal dari sana (Gubuk Klakah)", ujarnya. Ia merasa perlu untuk menekankan hal ini karena dalam beberapa aspek masyarakat Tengger agak tertutup.Â
Ia mencontohkan soal kepemilikan tanah. Orang-orang selain masyarakat Tengger tidak diperkenankan memiliki tanah di desa-desa Tengger. Tapi dalam urusan upacara adat, masyarakat umum justru bisa mengikuti beberapa bagian dari upacara adat Tengger.
Meski dukun yang diangkat beragama Hindu ,upacara dilangsungkan dan diikuti oleh masyarakat Tengger dari berbagai latar belakang agama. Biasanya adalah pemeluk Hindu, Budha, dan penganut kepercayaan. Di sinilah tercermin nilai kebersamaan  yang dijunjung oleh masyarakat Tengger.Â
Hal ini dimungkinkan karena masyarakat Tengger menyadari bahwa dukun bukan pemimpin agama, melainkan pemimpin adat yang mewakili secara aktif kehidupan tradisi dan budaya mereka bersama.
Meskipun demikian kompasianer Ukik juga menjelaskan bahwa ada kelompok-kelompok masyarakat Tengger yang lebih senang menjalankan upacara dengan kelompoknya sendiri. Itu sebabnya selain ada pura besar, di sekitar Bromo dijumpai pula pura-pura kecil yang menjadi tempat upacara kelompok-kelompok tersebut.
Dalam foto ditunjukkan bahwa upacara pengangkatan dukun dimulai dengan ritual Tirto Aji, yaitu pengambilan air dari sumber Widodaren. Pengambilan air dilakukan 40 hari sebelum acara utama.Â