Tak terasa sudah satu tahun saya berbank syariah. Setahun kemarin, sehari sebelum bulan Ramadan saya membuka rekening tabungan di Bank Syariah Mandiri.
Boleh dikatakan tidak ada persoalan besar yang timbul dengan menabung di bank syariah selama ini. Manfaat, kemudahan, serta keuntungan mulai saya dapatkan sebagai nasabah bank syariah dan rasanya sama baiknya dengan bank konvensional.
Namun, pertanyaan yang dulu sempat saya arahkan ke bank syariah muncul lagi manakala mulai Januari 2018 bank syariah tempat saya menabung menaikkan biaya administrasi tabungan yang dibebankan setiap bulan kepada nasabah.Â
Kenaikannya lebih dari 40% sehingga besarnya tidak jauh berbeda dengan yang ditetapkan bank konvensional. Tidak diketahui apakah kenaikan biaya juga akan atau telah diterapkan bank-bank syariah lainnya.
Persoalannya, setelah bank syariah menaikkan biaya yang dibebankan kepada nasabah, apa manifestasi keunggulan bank syariah dari bank konvensional?
Selama ini unsur biaya administasi, biaya rekening, dan sebagainya itu dianggap sebagai manifestasi prinsip keberimbangan dan keadilan yang merupakan bagian integral dari "ke-syariah-an" bank syariah. Kini setelah biaya itu dinaikkan, bank syariah kemungkinan beralasan dan memiliki penjelasan bahwa keuntungan berupa pelayanan, fasilitas, dan inovasi bank syariah juga akan meningkat sehingga nasabah merasakan manfaat yang sebanding dengan kenaikan biaya tersebut. Dengan kata lain prinsip keadilan dan keseimbangan itu tidak berkurang.
Kenyataannya?
Jika diperhatikan, kesenjangan antara bank syariah dan bank konvesional saat ini masih terlalu mencolok. Contohnya fasilitas dasar seperti mesin ATM dan kantor cabang yang masih kurang. Untuk mesin ATM barangkali bisa sedikit dikesampingkan karena ATM lintas bank semakin terhubung.
Tapi implementasi teknologi dan inovasi lainnya pada bank syariah cenderung lambat. Ambil contoh penggunaan kartu debet chip pada Bank Syariah Mandiri yang baru dilayani di Jabodetabek.
Oleh karena itu, kenaikan biaya tabungan bank syariah sebenarnya masih belum diimbangi oleh peningkatan benefit atau manfaat yang dirasakan secara adil oleh nasabah. Sebaliknya hal itu justru memantulkan kenyataan melebarnya ketimpangan antara bank syariah dan bank konvensional. Juga memperlihatkan bahwa prinsip keadilan dan keseimbangan pada bank syariah sebenarnya mulai bisa dipertanyakan karena ada kesenjangan. Itu semua akan membuat masyarakat kembali ragu pada bank syariah.
Untuk menahan kecenderungan tersebut, bank syariah perlu lebih peka pada kebutuhan dan harapan masyarakat. Orientasinya sebenarnya bukan hanya pada masyarakat atau nasabah, tapi juga untuk bisa mensejajarkan diri dengan bank konvensional, kalau perlu melebihinya.