Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Membangun Desa dari Mangunan Yogyakarta

2 November 2017   10:24 Diperbarui: 3 November 2017   08:00 5842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah penduduk dengan halaman yang cantik di Desa Mangunan, Bantul, DIY (dok. pri).

Nama "Kaki Langit" menyiratkan mimpi dan keinginan untuk maju tersebut. Menurut Purwo Harsono, Kaki Langit mengandung makna "kaki" yang artinya berdaya, bergerak dan membangun bersama. Sementara "langit" bermakna tinggi, yaitu cita-cita untuk membangun hidup yang lebih baik.

Harapan itu pun mulai terwujud. Semangat warga yang disalurkan dengan menggiatkan wisata telah memberikan kontribusi pada peningkatan pembangunan desa. Jalan setapak misalnya, kini telah disemen dan dibuat lebih rata. Revitalisasi Sendang Mangunan juga dilakukan dengan memperbaiki dan membangun infrastruktur pelengkap di tempat tersebut.

Pembangunan yang digerakkan oleh sektor pariwisata tidak hanya mendorong pembangunan infrastruktur di Mangunan. Tapi juga menyentuh sektor lain seperti lapangan kerja, kelanggengan budaya, dan kelestarian lingkungan. Semua itu secara perlahan telah menghadirkan kemajuan di Mangunan.

Pertunjukkan cokekan digelar di teras rumah penduduk di Mangunan (dok. pri).
Pertunjukkan cokekan digelar di teras rumah penduduk di Mangunan (dok. pri).
Warga memperoleh untung dari geliat wisata di desanya. Perekonomian tumbuh seiring semakin dikenalnya Desa Mangunan. Mulai dari pemilik kendaraan yang mengantarkan wisatawan berkeliling desa, pembuat kerajinan kayu, peracik wedang uwuh, hingga warga yang menyediakan rumahnya sebagai homestay untuk tempat menginap wisatawan, mereka mendapatkan penghasilan tambahan.

Mulyono dan Sumiati, pasangan suami istri warga Mangunan, menceritakan bahwa sudah tiga tahun mereka memanfaatkan rumah tinggalnya yang bergaya limasan sebagai homestay. Sejak Mangunan dikembangkan sebagai desa wisata, setiap bulan ada wisatawan yang menyewa kamar-kamar di rumah mereka. Tarif kamar yang disewakan sebesar Rp150.000 per malam.

Seiring bertambahnya wisatawan yang datang, pengelola desa wisata mengajak lebih banyak warga untuk berdaya. Salah satunya dengan menjadikan rumah-rumahnya sebagai homestay. Tawaran ini pun disambut baik. Semakin banyak warga yang memugar rumah mereka, termasuk Mulyono dan Sumiati yang kemudian mempercantik dan melengkapi fasilitas di rumahnya agar wisatawan yang menginap semakin nyaman. 

Mulyono dan Sumiati yang memanfaatkan rumah pribadi mereka sebagai homestay (dok. pri).
Mulyono dan Sumiati yang memanfaatkan rumah pribadi mereka sebagai homestay (dok. pri).
Meski demikian, para pemilik rumah dan homestay sepakat untuk tidak bersaing. Warga sadar bahwa kemajuan di desanya perlu dikelola dan dijaga untuk kepentingan bersama. Setelah merasakan manfaat dari pembangunan yang digerakkan oleh pariwisata, warga Mangunan pun semakin bersemangat dalam memajukan desanya. Mereka tetap rutin bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Perbaikan dan pembangunan fasilitas desa dilakukan secara bersama-sama. 

Desa Mangunan juga berinovasi melalui sanggar Mangun Budoyo untuk mewadahi warganya yang memiliki bakat dan kemauan mengembangkan kesenian. Kemampuan mereka dalam memainkan pertunjukkan seni dimaksimalkan sebagai atraksi wisata.

Selain itu, daya tarik wisata diupayakan untuk mendukung kelestarian alam. Upacara mitoni misalnya, tradisi ini secara tidak langsung menumbuhkan kepedulian warga untuk menjaga keberadaan Sendang Mangunan sebagai sumber air bersih. Selama warga memiliki kesadaran untuk melaksanakan mitoni dan menggunakan air dari sendang, sepanjang itu pula kelestarian sumber air dapat terus diupayakan. Dengan demikian, wisata yang dikembangkan bisa membawa dampak yang luas dan berkelanjutan.

***

Karakteristik alam, budaya, hingga adat istiadat yang dimiliki desa-desa di Indonesia memang modal berharga yang sudah sepantasnya dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal. Asalkan mampu mengeksplorasi potensi yang dimiliki dan tetap menghargai lingkungan dan identitas lokal, pariwisata menawarkan masa depan yang lebih baik bagi desa. Jika hal ini mampu dimaksimalkan maka akan berdampak yang besar bagi pemerataan pembangunan desa-desa di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun