Cafe yang berasal dari kata “coffe” berarti tempat minum kopi. Oleh karena itu semua tempat minum kopi baik warung rumahan hingga warung tenda bisa disebut sebagai café. Namun dalam konteks kekinian, cafe identik sebagai tempat minum kopi serta menikmati aneka jenis minuman serta makanan, dengan bangunan permanen yang menarik dan unik.
[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Sekelompok mahasiswa sedang menyusun tugas di sebuah cafe tak jauh dari kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Keberadaan cafe di sekitar kampus menjawab kebutuhan ruang interaksi dan belajar bagi mahasiswa (dok. pribadi)."][/caption]
Seiring perkembangan zaman, café tak sekadar menjadi tempat minum kopi. Tak hanya tempat nongkrong, café kini juga menjadi tempat melakukan berbagai kegiatan seperti nonton bareng atau gathering komunitas.
Café telah menjadi fenomena atau malah mungkin budaya baru yang menjawab kebutuhan masyarakat modern. Berkurangnya ruang publik yang nyaman dan fleksibel membuat cafe menjadi ruang alternatif yang perlahan menjadi pilihan utama untuk berinteraksi dan bersosialisasi.
Termasuk bagi kalangan mahasiswa, cafe telah menjadi tempat pilihan mengisi waktu. Tak heran jika saat ubu banyak café bermunculan di sekitar kampus bahkan di dalam lingkungan kampus itu sendiri. Berkunjunglah ke Universitas Indonesia, ITB dan UGM, maka kita akan menjumpai café modern di dalam kompleks perguruan tinggi tersebut.
Café-café di dekat kampus atau di dalam lingkungan kampus biasanya memiliki konsep yang sedikit berbeda dengan café tempat nongkrong kebanyakan. Menyasar kalangan mahasiswa, sejumlah café sengaja mengusung konsep hibrida dengan menyertakan perpustakaan, galeri seni hingga membawa suasana rumahan ke dalamnya. Café seperti demikian bisa disebut “Café Plus-Plus” karena tak lagi hanya menjadi tempat nongkrong tak jelas atau ngobrol membuang waktu, juga bukan sekadar tempat nonton bareng, melainkan menjadi tempat belajar kelompok mahasiswa.
Hal yang jamak dijumpai saat ini para mahasiswa duduk berkelompok di sebuah ruang café. Mereka berdiskusi sambil hidmat membuka lembaran buku atau menatap layar laptop. Sementara di meja kertas-kertas dan pulpen berserakan di antara cangkir-cangkir minuman dan piring-piring makanan kecil.
[caption id="" align="aligncenter" width="374" caption="Minuman dan makanan pendamping menemani"]
[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Laptop dan tas mahasiswa lumrah dijumpai di cafe-cafe dekat kampus (dok. pribadi)."]
Melongok suasana cafénya pun cukup homey seperti di dalam ruangan rumah. Beberapa sofa dan meja tertata dalam beberapa kelompok. Sofa dan meja itu dapat dipindah untuk digabungkan agar memuat lebih banyak orang. Tak ada alunan musik yang kencang, lampu ruangannya pun tidak temaram. Kontak listrik mudah ditemukan dan kabel-kabel pun mengalir tersambung ke laptop. Ditambah lagi dengan akses internet yang memadai, café seperti ini menjadi tempat pilihan para mahasiswa melanjutkan “kegiatan akademik” di luar kampus.
“Café Plus-Plus” menjawab kebutuhan mahasiswa akan tempat bersosialisasi sekaligus belajar. Hal ini tak lepas dari pergeseran budaya di mana rumah atau kos yang dahulu menjadi pilihan utama untuk belajar, berdiskusi dan bersosialisasi kini tak sepenuhnya ideal. Di saat yang sama mahasiswa era kini tak lagi seleluasa dulu untuk berkegiatan lama hingga larut malam di kampus.
Saat ini banyak kampus yang menerapkan aturan ketat batas jam bagi mahasiswanya berkegiatan di kampus kecuali mereka yang lembur melaksanakan penelitian atau kegiatan lain dengan izin khusus. Berbeda dengan zaman dulu di mana mahasiswa bisa menggelar diskusi dan belajar bersama di selasar kampus hingga larut malam. Tak jarang pula mahasiswa yang menginap di ruang UKM. Kini keleluasan itu semakin dibatasi. Oleh karena itu dari kampus mahasiswa kini memilih melanjutkan aktivitasnya di “Café Plus-Plus”.
Di beberapa café yang dekat dengan kampus UGM misalnya, hal yang jamak dijumpai para mahasiswa menggelar belajar bersama. Mereka bisa bertahan hingga 4 jam dengan buku-buku dan laptop menyala di dalam café. Tak jarang juga dijumpai beberapa mahasiswa melakukan diskusi dengan supervisor, pembimbing atau asisten untuk mengatasi keterbatasan waktu pertemuan di kampus. Ini bisa dilakukan oleh mahasiswa ketika waktu mereka di kampus banyak digunakan untuk riset sehingga memerlukan waktu dan ruang alternatif untuk berkonsultasi.
Pengelola café pun memahami kebutuhan mahasiswa dengan memberikan keleluasaan berlama-lama di dalam café meski para mahasiswa hanya memesan segelas coklat dan seloyang pizza. Café Plus-Plus di sekitar kampus juga memiliki kedekatan dengan mahasiswa karena tak jarang didirikan oleh alumni atau merekrut mahasiswa sebagai pekerja paruh waktu.
[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Suasana yang nyaman seperti di rumah membuat mahasiswa betah berlama-lama belajar di dalamnya. Cafe demikian adalah cafe plus-plus karena tak lagi sekadar menjadi tempat ngobrol dan nongkrong (dok. pribadi)."]
Bagi kalangan mahasiswa cafe adalah ruang alternatif untuk berkegiatan dan berinteraksi. Perkembangan zaman dan suburnya budaya pop membuat kehadiran café di sekitar kampus tak lagi menjadi sesuatu yang aneh. Sisi positifnya adalah “Café Plus-Plus” menjadi salah satu jawaban kebutuhan mahasiswa yang semakin dinamis di tengah kampus yang tak lagi seleluasa dahulu. Dari kampus menuju “Café Plus-Plus”, itulah realitas mahasiswa masa kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H