Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

"Ngeri-ngeri Sedap", Sensasi Naik Bis Ekonomi AKAP

4 Februari 2014   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:11 10370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang tak pernah mau naik bis ekonomi untuk bepergian jauh jika tidak terpaksa. Selagi masih ada pilihan alat transportasi lain maka lebih baik membayar sedikit lebih mahal untuk bus patas eksekutif atau kereta api daripada mengambil resiko dengan membayar murah untuk bis ekonomi. Bukan hanya kenyamanannya yang kurang atau fasilitasnya yang minimalis, faktor keselamatan dan keamanan selama perjalanan memang hal yang paling membuat gentar banyak orang untuk naik bis ekonomi.

Penilaian yang wajar karena memang banyak bis ekonomi, terutama  yang beroperasi antar kota memiliki kebiasaan jalanan yang menakutkan. Perilaku sang sopir yang tak segan memacu kendaraan layaknya balap mobil dengan mengintimidasi kendaraan lain tidak hanya menakutkan bagi sesama pemakai jalan namun juga bagi penumpang di dalamnya. Banyak bukti dan kejadian nyata terjadi di jalanan menunjukkan  betapa menakutkannya menumpang bis ekonomi antar kota.

Di dalam bis ekonomi AKAP yang sedang salip menyalip dengan sesama bis AKAP lainnya. Pengalaman menumpang bis ekonomi sering menghadirkan rasa takut namun banyak potongan kehidupan yang menarik untuk dinikmati dan direnungi. Itulah sensasi naik bis ekonomi yang meski ngeri namun sedap.

Sayapun memiliki sejumlah pengalaman menumpang bis ekonomi baik untuk perjalanan antar kota dalam provinsi maupun antar kota antar provinsi alias AKAP. Bertahan duduk di dalamnya sampai belasan jam sambil menahan degup jantung akibat kencangnya laju bis adalah pengalaman yang tak terlupakan. Begitupun saat menumpang bis tujuan Surabaya-Jogja yang selama ini cukup dikenal menantang. Sepanjang itu rasa ngeri sering muncul menemani perjalanan meski pada akhirnya saya mencoba untuk menikmati perjalanan melalui bentuk-bentuk kecil kehidupan yang tersaji di atas bis ekonomi.

Tak salah menganggap menumpang bis ekonomi sama dengan menanggung resiko keselamatan atau keamanan yang lebih besar. Yang paling nyata memang perilaku bis ekonomi bagaikan raja jalanan. Om saya yang tinggal di Jawa Timur kerap berseloroh jika bis-bis ekonomi terutama yang melaju malam hari ke arah Jawa Timur adalah bis yang tak tidak punya rem. Tentu maksudnya bukan armadanya tak dilengkapi rem meski banyak kecelakaan terjadi karena rem yang tidak berfungis baik. Maksud “tidak punya rem” adalah untuk menggambarkan bahwa laju bis-bis ekonomi seolah tak mengenal batas kecepatan.

Bis-bis itu tak gentar menyalip kendaraan di depannya meski sering membahayakan keselamatan. Saya kerap menarik nafas panjang jika bis ekonomi yang saya tumpangi menyalip kendaraan di depannya. Hebatnya yang disalip bukan mobil atau motor melainkan sesama bis berbadan besar bahkan truk bermuatan barang. Tak jarang saat menyalip jarak antara bis dengan kendaraan yang disalip tinggal beberapa senti hingga seperti menempel. Tensi salip menyalip tersebut semakin tinggi karena di saat yang sama bis juga saling mengumbar klakson sementara di dalamnya tak sedikit penumpang yang ketakutan dan merapal doa.

1391474021142760702
1391474021142760702

Perilaku ugal-ugalan bis ekonomi AKAP membuat perjalanan layaknya balapan yang diwarnai salip menyalip dengan kendaraan lain. Nyali bis ekonomi AKAP dalam menyalip sering membuat badan bis nyaris berhimpit dengan kendaraan yang disalip.

Apalagi saat jalanan sepi, bis ekonomi akan melaju seperti merasa dibekali mesin jet. Memang waktu perjalanan dengan bis ekonomi sering lebih cepat dibanding armada patas eksekutif. Namun di saat yang sama keselamatan sering tak sadar telah dipertaruhkan.

“Senam Jantung”, begitulah banyak orang menyebut sensasi berada di dalam bis ekonomi yang melaju kencang. Konon alasan para sopir memacu cepat  bis ekonomi yang dibawanya adalah demi mendapatkan uang tambahan dari jatah uang bensin. Dengan memacu lebih cepat bis bisa tiba di tujuan dalam waktu yang lebih singkat. Waktu perjalanan yang pendek bisa menghemat uang bensin yang sisanya menjadi hak mereka. Hal yang berbeda dengan bis eksekutif yang biasanya menggaji awaknya perbulan atau berdasarkan banyaknya rute pulang-pergi sehingga besaran penghasilannya lebih terjamin. Perbedaan sistem upah ini mempengaruhi perilaku para sopir bus ekonomi yang akan mendapatkan lebih banyak penghasilan jika bisa mengangkut banyak orang dengan waktu tempuh yang lebih singkat. Selain tentu saja sifat atau kebiasaan para sopir yang menentukkan cara mereka mengemudi. Ada juga sopir bis ekonomi AKAP yang lebih santun.

1391474427597763254
1391474427597763254

Sopir dan awak bis sedang mengganti ban di tengah perjalanan. Mogok di jalan akibat pecah ban atau bocor dan mesin rusak adalah hal yang kerap dijumpai ketika menumpang bis ekonomi AKAP.

Sensasi berikutnya adalah mogok di tengah perjalanan. Yang paling sering saya alami adalah pecah ban dan mesin rusak hingga berasap. Kemungkinan mogok di tengah jalan saat menumpang bis ekonomi memang lebih besar mengingat armada bis ekonomi konon hanya dirawat seadanya.

Bersiaplah terlantar jika bis ekonomi yang kita tumpangi mogok di tengah jalan. Kecil kemungkinan kita akan mendapatkan bis pengganti karena bis ekonomi biasanya tak memiliki armada cadangan yang siap beroperasi di hari biasa. Kemungkinan terbaik jika bis tak bisa diperbaiki adalah uang kita dikembalikan separuh dan kita harus mencari bis lain atau sang awak bis akan menyetop sesama bis ekonomi yang lewat untuk kita naiki. Jika sudah begini penumpang tak punya pilihan yang nyaman. Menunggu bis selesai diperbaiki seringkali jadi pilihan satu-satunya.

Berada di dalam bis ekonomi yang mogok bukanlah hal yang menyenangkan. Panasnya berkali-kali lipat seperti terpanggang meski jendela kacanya bisa dibuka. Namun saya kerap memperhatikan bahwa keterampilan para awak bis ekonomi dalam memperbaiki armada yang mogok tampak lebih baik dibanding awak bis eksekutif. Para awak bis ekonomi begitu cekatan dalam mengganti ban yang pecah atau memperbaiki mesin yang mati. Di pinggir jalan di bawah terik matahari tangan dan tenaga mereka bisa cepat melepas ban dan mendongkrak badan bus. Saya membandingkannya ketika menumpang bis eksekutif yang kebetulan mengalami masalah serupa. Ketika itu sopir dan kru tampak lamban dalam mengatasi masalah hingga harus menunggu bantuan dari kru bis sejenis yang melaju beberapa menit di belakang. Tak tahu pasti apakah setiap awak bis ekonomi memang dituntut menguasai banyak keterampilan montir mengingat armada yang mereka kendarai rawan mogok.

Menumpang bis ekonomi AKAP memang lebih terasa perjuangannya dan mengandung resiko tersendiri. Namun bis ekonomi juga menyajikan potongan kecil kehidupan manusia yang sedap untuk diselami. Potongan-potongan kehidupan itulah yang menyeimbangkan sensasi ngeri menumpang bis ekonomi.

1391474570599601923
1391474570599601923

1391474597206682286
1391474597206682286

Para pengeman di dalam bis ekonomi AKAP. Meski di antara mereka kadang berperilaku mengesalkan namun banyak di antara mereka yang mampu menjadi pemanis perjalanan lewat lagu dan petikan gitarnya. Semangat mereka memancarkan kerja keras yang tak mudah.

Saya sering terhibur menikmati para pengamen di dalam bis ekonomi. Para pengamen itu sering naik secara berombongan di sebuah terminal atau persimpangan jalan. Mereka antri di belakang menunggu satu demi satu teman seprofesi mereka menyanyi. Untuk itu saya harus mengeluarkan sejumlah koin bagi mereka. Tak mengapa karena itu uang jasa yang perlu saya bayar setelah menikmati nyanyian mereka. Saya bahkan pernah memberikan secarik kertas berisi permintaan lagu kepada dua pengamen. Isi permintaan tersebut sebenarnya berupa tantangan karena saya menulis jika mereka bisa membawakan lagu grup idola saya, KAHITNA, maka saya akan memberikan Rp. 5000 untuk setiap lagunya. Sayang sekali mereka kemudian menjawab lirih tidak bisa.

Meskipun demikian tidak semua pengamen di dalam bis ekonomi menyuguhkan kenikmatan. Tak jarang pengamen hanya memainkan gitar dengan nada yang tak jelas dan suara yang ke mana-mana. Dalam meminta bayaran pun kadang setengah memaksa. Namun pada dasarnya nyanyian para pengamen adalah salah satu hiburan yang bisa saya nikmati di dalam bis ekonomi. Apalagi jika pengamen itu menyanyikan sebuah lagu jalanan ciptaan sendiri, rasanya seperti menonton konser mini jalanan. Apalagi jika pengamen itu bisa menyanyikan Cerita Cinta atau Cantik milik KAHITNA.

13914747211183882406
13914747211183882406

Modus peminta-peminta sumbangan di dalam perjalanan bis ekonomi AKAP.

Jika saya merasakan kenikmatan dengan menyaksikan konser mini para pengamen di dalam bis ekonomi, maka rasa yang sebaliknya sering muncul tatkala orang-orang atau sejumlah anak silih berganti naik ke dalam bis dan tiba-tiba menyodorkan tangan mereka. Ada juga yang meletakkan amplop bertuliskan permintaan sumbangan. Sempat tertoreh rasa iba namun saya lebih sering menahan diri untuk tak memberi sumbangan kepada mereka. Bukan berburuk sangka tapi mereka semestinya tidak meminta uang dengan kedok seperti demikian.

Rasa sebal juga saya alami jika ada ada penumpang yang mengumbar asap rokok di dalam bis. Rasanya ingin muntah jika mengirup asap rokok itu. Sayangnya merokok di dalam bis ekonomi seperti sudah menjadi hak yang tak bisa digugat jika menumpang bisa ekonomi. Saat itulah kesabaran serta kepekaan kita sebagai manusia terhadap keberadaan dan kenyamanan sesama diuji.

Jika kepada perokok saya menyimpan kesal, maka saya terkesan dengan perjuangan orang-orang yang menumpang bis ekonomi meski harus berdiri atau berdesakkan di dalamnya. Di tengah keterbatasan, karena tak dipungkiri mereka yang naik bis ekonomi AKAP selain karena tidak ada alat transportasi lain juga karena keterbatasan ongkos, tidak semua orang mau dan kuat bertahan berdiri di dalam bis ekonomi yang panas. Mereka punya tekad dan niat yang membuat mereka kuat melalui perjalanan panjangnya.

1391474819966114373
1391474819966114373

Di dalam bis ekonomi ada sekumpulan tekad dan niat yang besar dari sejumlah orang yang membuat mereka rela sejenak berdiri dalam perjalanan.

13914749452013492342
13914749452013492342

Seorang anak tertidur di pangkuan sang ayah selama perjalanan di dalam bis ekonomi AKAP yang panas.

Saya salut dengan penumpang bis ekonomi yang rela dan kuat berdiri sama halnya saya menaruh haru atas kesabaran para orang tua yang menenangkan anak mereka selama perjalanan. Di dalam bis ekonomi seringkali terlihat pemandangan orang tua yang menidurkan anaknya di pangkuan. Memang hal yang sederhana dan wajar sebagai orang tua, tapi dengan kondisi bis ekonomi yang tidak nyaman pancaran kasih sayang mereka seringkali terasa lebih kuat.

1391475036227253376
1391475036227253376

Sejumlah penumpang dengan banyak barang bawaan terburu-buru naik ke atas bis ekonomi AKAP yang seringkali enggan menunggu lama.

Hal menarik lainnya ketika menumpang bis ekonomi AKAP adalah langkah kaki tergesa-gesa para penumpang yang hendak naik di tengah perjalanan. Bus ekonomi biasa menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Tapi mereka sering enggan menunggu lama sampai penumpang masuk dengan sempurna dan berdiri nyaman di dalam bis. Sang kernet biasanya menyuruh penumpang untuk berlari atau cepat-cepat naik. Tak peduli banyak barang yang dibawa, para penumpang harus berusaha secepat mungkin naik ke dalam bis.

Namun di luar itu semua pedagang asongan adalah yang paling saya nanti ketika menumpang bis ekonomi AKAP. Bukan karena bis ekonomi tidak menyediakan snack, makan atau berhenti di rest area, tapi suara dan cara para pedagang asongan menjajakan jualannya di dalam bis sangat menarik. Mereka sering dituntut harus naik dan turun dengan cepat sambil membawa asongan yang tak ringan. Selain itu gaya bahasa mereka dalam menawarkan jualan pun sangat khas seperti di dalam kereta ekonomi dulu.

1391475186838582970
1391475186838582970

Pedagang asongan adalah yang paling saya nanti setiap menumpang bis ekonomi AKAP. Cara dan semangat mereka berjualan sungguh mengesankan di samping jajanan yang mereka bawa.

139147530014647421
139147530014647421

Dalam sesaknya bis ekonomi AKAP, para pedagang asongan berjuang mengais rupiah. Mereka bersaing dengan sesamanya namun tak saling menghalangi rezeki di antara mereka.

Saat-saat para pedagang asongan naik dan menjajakan jualan di dalam bis adalah yang paling saya nikmati sepanjang perjalanan. Tahu dan arem-arem adalah jajanan favorit saya dari mereka. Hal lain yang membuat saya terkesan pada pedagang asongan di dalam bis ekonomi selain perjuangan mereka mengais rupiah adalah pertemanan di antara mereka. Meski saling bersaing memperebutkan pembeli mereka tak segan bertukar atau saling “meminjam” jualan. Suatu ketika saya ingin membeli sebotol air mineral namun yang tersedia hanya soft drink. Penjual itupun lalu meminta air mineral dari asongan lain yang tanpa keberatan memberikan dagangannya. Tak tahu apakah mereka berdua nantinya akan berbagi keuntungan atau tidak, tapi para pedagang asongan itu sudah mengajarkan dua hal sekaligus yakni kerja keras dan saling menolong.

1391475396219378510
1391475396219378510

Awak bis ekonomi AKAP sedang menggunakan dongkrak untuk mengganti ban yang rusak di tengah jalan. Keterampilan montir para awak bis ekonomi seringkali lebih baik dibanding awak bis patas eksekutif.

Kata siapa bepergian menggunakan bis ekonomi AKAP tak bisa dinikmati?. Bis ekonomi AKAP mungkin hanya sebuah kendaraan sama seperti bis-bis lainnya. Tapi di dalamnya ada banyak potongan kehidupan yang bermakna. Seperti potret kecil tentang dunia dan manusia yang bergerak mengikuti lajunya, menumpang bis ekonomi menghadirkan banyak pengalaman berharga yang mengesankan. Memang selalu ada rasa ngeri ketika ia melaju kencang menyalip kendaraan lainnya, tapi potongan-potongan kehidupan di dalamnya adalah hal yang sedap untuk dinikmati sekaligus direnungkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun