Bisa jadi banyak orang yang terkejut mengetahui hal ini. Banyak yang mungkin mengira bangunan modern pertama di Indonesia ada di Jakarta sebagai ibu kota negara. Monas, Istana Negara, Hotel Indonesia atau beberapa bangunan besar lainnya di Jakarta boleh jadi selama ini dianggap sebagai mahakarya modern pertama Republik Indonesia. Tapi semua itu salah.
Tak banyak yang tahu jika bangunan modern pertama di Indonesia ada di Yogyakarta yaitu Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada.
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gedung Pusat UGM biasa dikenal sebagai Balairung UGM atau Rektorat karena di gedung megah ini Rektor dan pejabat tinggi UGM lainnya berkantor. Gedung Pusat UGM berada di kawasan Bulaksumur, di tengah-tengah komplek Universitas Gadjah Mada.
Terletak di Jalan Persatuan yang merupakan ruas Jalan Kaliurang menuju kota Yogyakarta, Gedung Pusat UGM berdiri sebagai bangunan berbentuk segi empat tiga lantai. Di tengah-tengahnya terdapat halaman dan taman yang luas. Bagian depan Gedung Pusat UGM menghadap sisi utara tepat mengarah ke Gunung Merapi. Pilar-pilar berukuran besar menjadi penciri khas gedung ini dengan 8 pilar diantaranya menjadi penyangga utama atap depan.
Kini 54 tahun sudah Gedung Pusat UGM berdiri dan masih kokoh sebagai jantung sekaligus ikon Universitas Gadjah Mada, kampus tertua di Indonesia. Megah dan kokohnya Gedung Pusat UGM hingga kini tak hanya pantas dikagumi tapi juga memunculkan pertanyaan: “siapakah arsitek pembangunnya?”
Inisiasi pembangunan Gedung Pusat UGM tak lepas dari jasa dan peranan proklamator sekaligus Presiden RI pertama, Ir. Soekarno serta Sultan Hamengku Buwono IX yang memberikan tanahnya di Bulaksumur sebagai tempat dibangunnya UGM. Presiden Soekarno yang menggagas berdirinya UGM menginginkan sebuah universitas dan gedung yang akan menjadi simbol kebangkitan, kekuatan sekaligus kemandirian bangsa. Beliau lalu menunjuk seorang arsitek untuk memujudkan hal tersebut. Yang luar biasa dan membanggakan arsitek yang ditunjuk oleh Ir. Soekarno untuk membangun Gedung Pusat UGM adalah seorang Indonesia bernama Pangeran Hadinegoro.
Pangeran Hadinegoro adalah putra Paku Buwono X dari Surakarta yang meraih gelar insinyur dari Technische Hooge School, Delf, Belanda. Seusai membangun Gedung Pusat UGM, Hadinegoro pada perjalanannya dikenal sebagai arsitek handal Indonesia. Masterpiece-nya selain Gedung Pusat UGM antara lain Gedung Merdeka Bandung. Beliau juga menyusun masterplan Universitas Padjajaran Bandung dan mengembangkan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.
Peletakan batu pertama pembangunan Gedung Pusat UGM dilakukan oleh Ir. Seokarno pada 19 Desember 1951. Selanjutnya pembangunan Gedung Pusat UGM mendapatkan sokongan dari sejumlah donatur seperti Kantor Planologi dan Yayasan Guna Dharma yang dipimpin oleh Sultan Hamengku Buwono IX. Tepat 8 tahun kemudian pada 19 Desember 1959 Gedung Pusat UGM diresmikan oleh Ir. Soekarno sebagai bangunan modern pertama di Indonesia.
Menjadi gedung modern pertama, bukan berarti Gedung Pusat UGM dibangun tanpa landasan filosofi. Wujud dan letak Gedung Pusat UGM bahkan sarat makna dan filosofi Indonesia.
Sejak awal penyusunan masterplan pembangunan UGM, Gedung Pusat ini diletakkan mengikuti konsep Tri Hitta Karana. Konsep ini menggambarkan garis imajiner kosmologis yang menghubungkan Gunung Merapi di utara, Keraton Yogyakarta di tengah dan Laut Kidul di selatan dalam satu garis lurus. Letak sumbu Gedung Pusat UGM berada sejajar dengan garis imajiner kosmologi tersebut. Poros imajiner dan sumbu UGM menyiratkan keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Alam diwakili oleh Api (Gunung Merapi), Tanah (Keraton dan Ngayogyakarta Hadiningrat), Air (Laut Kidul).
Konsep Tri Hitta Karana menempatkan bagian depan Gedung Pusat UGM berada di utara menghadap Gunung Merapi. Agar tidak membelakangi Keraton, pintu masuk dan gerbang utama UGM menghadap selatan. Sebuah konsep rapi dan bijak. Gedung Pusat UGM menghadap utara sementara jalan dan pintu masuknya diletakkan di selatan. Jalan dan pintu masuk UGM di sebelah selatan kini dikenal sebagai boulevard UGM.
Gedung Pusat UGM adalah sebuah bangunan modern berbentuk simetris yang atapnya mengadopsi arsitektur Jawa. Sentuhan kontemporer ditampilkan melalui railing tangga dan balustrade besi bercat merah. Bentuk dan warna ini masih tampak hingga kini.
Filosofi lain dari Gedung Pusat UGM ditandai dengan sebuah Pohon Bodi yang berasal dari Candi Borobudur. Pohon Bodi tersebut ditanam di halaman depan Gedung Pusat UGM. Pohon Bodi bermakna pencerahan yang artinya UGM diharapkan memberikan pencerahan ilmu kepada mahasiswanya dan masyarakat. Hingga kini pohon rindang tersebut masih kokoh berdiri dan menjadi salah satu tempat favorit diskusi mahasiswa.
Di sisi selatan atau di halaman belakang Gedung Pusat UGM juga terdapat 7 pohon cemara yang bermakna 7 pendeta utama yaitu: Agastya, Bhrigu, Bhargava, Bharadvaja, Kasyapa, Vashista dan Vismamitra. Cemara 7 juga bermakna 7 sifat utama yaitu jujur, enggan berbuat jahat, enggan mengingkari janji, enggan barang kharam, tidak suka pujian, tidak suka sesuatu yang kotor dan tidak menyukai barang-barang mewah.
Gedung Pusat Univeritas Gadjah Mada juga menjadi rumah Pancasila seperti disampaikan Ir. Seokarno dalam peresmiannya bahwa Gedung Pusat UGM adalah “Wisma Pantjadharma” atau rumah lima dharma. Begitu besarnya makna dan arti UGM dan gedung pusatnya bagi perjuangan, pembangunan serta simbol jati diri bangsa Indonesia hingga Soekarno berpesan “Pantjasila adalah isi daripada Gadjah Mada, isi dari Univeritas ini, dan saja minta kepada semua mahaguru, pada lektor-lektor supaja Pantjasila, di jiwa Pantjasila itu, betul-betul dikobarkan, dihidupkan di dalam kalangan mahasiswa semua”.
Sebagai sebuah bangunan modern pertama di Indonesia, Gedung Pusat UGM menyimpan jati diri Indonesia. Dan kini gedung itu masih gagah dan kuat berdiri bukan hanya sebagai bangunan bersejarah tapi juga kokoh sebagai penjaga, pewaris dan penyampai nilai-nilai luhur Pancasila. Gedung Pusat UGM, sebuah bangunan modern pertama yang telah menghadirkan sepenggal pencerahan dan seberkas harapan bagi bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H