Dengan tajuk "Pesona Kecantikan Anggrek Alam Indonesia" di halaman 9, buku kurikulum 2013 tersebut menyajikan 4 paragraf serta 7 buah foto Anggrek. Paragraf-paragraf tersebut dan 6 buah foto di halaman 10 identik dengan susunan kalimat dan foto dari tulisan saya di Kompasiana yang berjudul [Jelang Satu Tahun] Pesona Kecantikan Anggrek Alam Indonesia. Sementara sebuah foto pada halaman 9 adalah bagian dari tulisan saya lainnya di Kompasiana yang berjudul Anggrek Bibir Berbulu, Putri Hutan Indonesia yang Terlupakan.
Sejumlah foto Anggrek Indonesia dan cerita mengenai keindahannya ada di halaman 10 buku Indahnya Negeriku. Cerita dan foto-foto tersebut bersumber dari tulisan saya di Kompasiana.
Kredit tentang nama pemilik tulisan dan sumber tulisan "green.kompasiana.com" tercantum di dalam buku.
Lalu apa reaksi saya mengetahui keberadaan tulisan dan foto-foto tersebut di buku kurikulum 2013 tersebut?.
Pertama, saya memeriksa katalog terbitan. Buku tersebut diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui bagian Litbang. Lalu dari halaman kata pengantar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan diketahui buku ini memang buku tematik resmi yang diterbitkan akhir 2013 sebagian bagian dari implementasi kurikulum 2013 yang sedang mulai diterapkan saat ini.
Kedua, saya segera memeriksa daftar pustaka dan tidak menemukan nama saya serta sumber tulisan yang disalin. Namun ada kredit nama saya dan green.kompasiana.com pada halaman 9 dan 10 di mana tulisan dan foto-foto tersebut dimuat.
Ketiga, saya mengirim surat elektronik kepada Kemdikbud melalui dua alamat email yakni pengaduan dan litbang. Ada beberapa pokok klarifikasi yang saya tanyakan kepada Kemdikbud. Di antaranya mengapa tak ada pemberitahuan terkait penggunaan tulisan dan foto-foto karya saya tersebut.
Namun inti surat elektronik saya tersebut bukanlah perihal keberatan melainkan permohonan koreksi. Saya menyayangkan editing oleh tim penyusun dan penelaah yang menyebabkan kesalahan informasi yang cukup penting yakni kesalahan nama spesies Anggrek dan penjelasannya. Kesalahan tersebut bukan bersumber dari tulisan saya di Kompasiana yang sudah benar melainkan ketidaktelitian tim penyusun dan penelaah buku yang menyalinnya sehingga menyebabkan ketidakcocokan antara foto Anggrek dan penjelasannya. Memang hanya 1 dari 7 anggrek yang memuat kesalahan tersebut. Namun hal itu saya anggap sangat merugikan peserta didik karena mendapatkan informasi yang salah. Â Oleh karena itu dalam surat elektronik tersebut saya memohon dilakukan koreksi sesuai rincian yang saya sertakan.
Kesalahan tersebut mungkin tidak akan terjadi jika Litbang Kemdikbud memberitahukan sebelumnya perihal penggunaan tulisan dan foto-foto tersebut karena dengan demikian saya bisa mengetahui foto dan anggrek apa saja yang akan disajikan dalam buku tersebut.
Keempat, meski terselip kekecewaan karena tidak ada pemberitahuan perihal penggunaan karya-karya saya yang berakibat terjadi sedikit kesalahan penyalinannya ke dalam buku, namun saya bersyukur karena tulisan saya di Kompasiana sekali lagi mendapatkan "apresiasi". Kali ini saya merasa senang karena dengan disalinnya tulisan tersebut  ke dalam buku tematik Kurikulum 2013 oleh Kemdikbud, satu harapan saya mulai terwujud. Harapan agar Anggrek Indonesia dikenal oleh anak-anak SD dan generasi muda Indonesia. Menurut saya sebagai negara dengan kekayaan Anggrek terbesar di dunia, anak-anak Indonesia sudah seharusnya mengenali bunga tersebut, apalagi Anggrek adalah salah satu Bunga Nasional Indonesia. Kita pantas berharap bahwa anak-anak dan generasi muda Indonesia setidaknya mengetahui satu spesies Anggrek di sekitar lingkungan mereka. Bermula dari satu spesies  mata dan pengalaman anak-anak akan terbuka untuk melihat kecantikan Anggrek Indonesia yang lainnya.
Oleh karena itu dengan disalinnya tulisan saya di Kompasiana menjadi materi pada buku siswa yang menjadi buku pegangan resmi kurikulum 2013 tersebut harapan itu bisa disemai. Anak-anak Indonesia terutama mereka para siswa SD kini bisa mengenali Anggrek negeri sendiri.