Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

#AkuRaPopo, Cara Elegan "Curcol" Kemalangan Diri Sendiri

27 Februari 2014   23:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1393492985328636843

Biasanya orang tidak percaya diri dan malu “mempublikasikan” ketidakberuntungan pada dirinya dibandingkan orang lain. Banyak orang juga enggan untuk mengakui kemalangan dirinya apalagi jika itu menunjukkan kekurangan diri sendiri. Namun kini hal tersebut sepertinya bukan lagi persoalan. Melalui sebuah slogan kini banyak orang lebih percaya diri untuk mengungkapkan kemalangan diri. Mereka tak keberatan untuk menertawakan kemalangan dirinya sendiri bahkan di ruang publik sekalipun.

AkuRaPopo”, sebuah slogan yang kini semakin banyak digunakan orang untuk “menyindir” diri sendiri. “AkuRaPopo” berasal dari bahasa Jawa “Aku Ora Popo” yang artinya aku tidak apa-apa. “AkuRaPopo” adalah pernyataan untuk mengungkapkan keadaan diri baik-baik saja. Dan kini ungkapan tersebut melejit dalam bentuk #AkuRaPopo yang bertebaran di media sosial terutama twitter.



Entah siapa yang pertama kali memunculkan #AkuRaPopo. Belum juga diketahui pasti bagaimana awal mulanya “AkuRaPopo” bisa menjadi sangat tenar di jagat twitter seperti saat ini. Yang pasti “AkuRaPopo” telah menjadi fenomena unik bagaimana orang menunjukkan ketidakberuntungan dirinya dengan cara tersirat namun sangat tegas.

Uniknya meski kebanyakan #AkuRaPopo berisi ungkapan yang “ngenes” dan mengundang iba, namun akhirnya terasa lucu bahkan menghibur. Cara yang digunakan memang tidak selalu lewat kalimat karena sering juga menggunakan gambar atau foto, namun #AkuRaPopo pasti selalu muncul di belakang.

Entah harus tersenyum simpati atau biasa saja saat membaca “Ya Allah, jika ia jodohku maka dekatkan, jika bukan #AkuRaPopo”. Juga tak tahu harus iba atau tertawa ketika menyimak “Nemenin teman yang fitting kebaya buat lamaran #AkuRaPopo”, Dapat undangan dari mantan yang bubar 5 bulan lalu #AkuRaPopo”, “Sabtu malam nonton TV sama simbah #AkuRaPopo” atau yang lebih polos seperti “Udah biasa ditinggal #AkuRaPopo”, “Ternyata mereka pulang berdua #AkuRaPopo”.

#AkuRaPopo yang disertakan pada sebuah foto juga sangat menarik. Biasanya orang yang curhat colongan #AkuRaPopo lewat foto menampilkan dua gambar atau satu frame yang di dalamnya memuat 2 kondisi yang kontradiktif. Misalnya foto tentang pemandangan di sebuah jalan di mana ada banyak pasangan berjalan bergandengan tangan dan ada 1 orang melintas seorang diri. Cukup dengan menambahkan #AkuRaPopo, curhat sudah tampak sempurna, kemalangan seseorang pun sudah terasa.

Namun #AkuRaPopo tidak selalu menjadi kode curcol tentang kisah hidup atau cinta yang mengenaskan. Banyak juga yang menyertakan #AkuRaPopo untuk sebuah twit yang lebih universal namun tetap berisikan kontradiksi. Misalnya: “@ndorokakung: wakil rakyat adu kicau dengan rakyat. aku kudu piye? #AkuRaPopo” dan masih banyak lagi.

Lalu apa yang membuat #AkuRaPopo bisa melejit dan menjadi fenomena luas terutama di kalangan “aktivis” media sosial?. Pertama karena sifat media sosial seperti facebook dan twitter itu sendiri yang dengan cepat sudah terbukti sering berhasil melahirkan pembahasan populer atau trending. Dan karena diungkapkan lewat twitter itulah #AkuRaPopo menjadi sangat original. Meski konten #AkuRaPopo sering diulang atau seringkali sama antar pengguna twitter, namun originalitasnya tetap terasa kuat sehingga selalu menarik dibaca.

Kedua, entah ada hubungannya langsung atau hanya kebetulan saja masyarakat kita sedang dibuat heboh dengan ungkapan-ungkapan unik berbahasa Jawa. Kita lebih dulu familiar dengan “Wani Piro” yang awalnya hanya slogan iklan produk namun akhirnya menjadi trend bahkan menjadi bahasa percakapan. Selanjutnya kita dibuat gempar oleh “Piye Kabare” yang dalam waktu singkat menjadi sangat populer, melekat di berbagai benda di banyak ruang di pelosok negeri. Meski konteks penggunaannya berbeda, namun #AkuRaPopo yang juga berasal dari bahasa Jawa sepertinya memiliki unsur nyawa yang sama dengan dua “pendahulunya” di atas.

Bahasa Jawa memang populer dan ramah di telinga hingga mudah diingat dan ditirukan oleh siapapun termasuk yang bukan orang Jawa. Seperti halnya “Wani Piro” dan “Piye Kabare”, “AkuRaPopo” memiliki kekuatan bunyi dan makna yang kuat. Wajar saja ketika dimunculkan sebagai #AkuRaPopo di twitter, ungkapan ini dalam sekejap menjadi virus yang menjalar cepat.

#AkuRaPopo telah menjadi kode curcol paling populer, paling unik dan terkadang paling menyakitkan. Dengan #AkuRaPopo seseorang seperti mendapatkan kepercayaan diri untuk mengakui kemalangan diri sendiri. Seseorang seperti menjadi lebih tegar untuk menertawakan ketidakberuntungan dirinya meski mungkin hati sambil menangis. Sekali lagi kita ditunjukkan betapa kuatnya bahasa dan ampuhnya sebuah kalimat dibanding lisan.

Berkat #AkuRaPopo rasa sakit seperti berkurang padahal rasanya seperti jatuh ke jurang. Dengan #AkuRaPopo curcol menjadi lebih elegan. Ketika ada yang setiap pagi dibangunkan seseorang, yang lain enjoy bangun pakai alarm, membuat teh sendiri lalu makan sendiri #AkuRaPopo. Dan saat yang lain makan siang berdua, seseorang yang lain duduk berdua sama tas #AkuRaPopo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun