Debat pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang berlangsung Senin malam, 9 Juni 2014 menyisakan sejumlah kesan yang menarik untuk diamati. Selain menyuguhkan adu pandangan dan tanya jawab yang layak dipertimbangkan oleh segenap masyarakat Indonesia dalam memilih calon pemimpin untuk lima tahun mendatang, debat tersebut juga menyisakan cerita mengenai sang moderator.
Ya, bukan hanya jawaban Prabowo yang banyak tergagap, atau “insiden” nongolnya kertas dari jas Jokowi yang mengundang keingintahuan banyak orang. Bukan pula jawaban-jawaban lugas dan penuh sindiran dari Jusuf Kalla serta kalimat tertata layaknya ceramah dari Hatta Rajasa. Perhatian selama debat juga tertuju pada Zainal Arifin Mochtar, akademisi UGM yang menjadi moderator debat.
[caption id="attachment_310535" align="aligncenter" width="509" caption="Zainal Arifin Muchtar, akademisi dan Direktur Pusat Kajian Antikorupsi UGM menjadi moderator dalam debat Capres dan Cawapres, 9 Juni 2014 (screenshot siaran tunda Indosiar)."][/caption]
Secara keseluruhan moderator sebenarnya berhasil memandu acara debat dan tanya jawab dengan lancar. Ia dengan jelas dan lugas mengajukan satu demi satu pertanyaan serta mengatur lalu lintas debat. Kecuali demam panggung di 10 menit pertama, moderator cukup berhasil memimpin panggung.
Namun ternyata ada satu hal yang ramai diperbicangkan oleh banyak orang terkait cara moderator memimpin debat. Bukan perlakuan terhadap para kandidat di atas panggung yang menjadi persoalan, melainkan “kebijakan” moderator yang dianggap terlalu mengambil banyak waktu hanya untuk mengingatkan penonton supaya tidak memberi tepuk tangan selama kandidat memaparkan pandangan dan jawaban mereka.
The Zainal Role, begitu saya menyebutnya. Dalam debat tersebut moderator memang sering mengambil jeda untuk menegur penonton agar tidak bertepuk tangan sambil menjelaskan bahwa tepuk tangan diperbolehkan hanya atas perintahnya. Tepuk tangan yang tidak terkendali dikhawatirkan mengganggu kejelasan suara kandidat yang ditangkap oleh pemirsa TV.
Atas hal tersebut saya pribadi sangat maklum meski di awal acara sempat heran untuk apa moderator berkali-kali mengingatkan soal aturan tepuk tangan. Toh sepertinya suara tepuk tangan tidak terlalu keras dan hanya terjadi di saat-saat tertentu dalam durasi yang singkat. Namun mungkin apa yang terdengar di siaran TV sudah jauh diredam dibanding keriuhan yang sebenarnya terjadi secara langsung di dalam gedung.
Meskipun demikian, gaya dan cara moderator mengingatkan pendukung pasangan capres supaya tak mengumbar tepuk tangan ditanggapi berbeda oleh banyak orang yang menonton di TV. Di lini masa twitter segera muncul banyak perbincangan mengenai aturan yang dianggap aneh ini. Tak sedikit yang menganggap moderator kurang cocok untuk memimpin debat capres dan cawapres ini.
Menjadi moderator yang ditunjuk KPU dan besar kemungkinan juga telah disetujui oleh kedua tim sukses pasangan capres, Zainal Arifin Mochtar tentu tidak sembarangan dalam mengarahkan acara. Sebagai moderator apalagi untuk debat capres yang alur dan teknisnya sudah diatur, ia hanya menjalankan rambu-rambu debat termasuk melarang tepuk tangan tanpa “izin” darinya. Jadi siapapun moderatornya jika aturan debat menghendaki suasana hikmat maka ia pun akan melakukan hal yang sama seperti Zainal Arifin Mochtar.
Tapi sekali lagi bagi banyak orang hal ini dianggap aneh, lucu dan semakin unik ketika moderator melakukannya berkali-kali. Ada yang mengeluh bahwa moderator terlalu rajin mengurusi tepuk tangan hingga mengambil sejumlah waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk menyambung tanya jawab. Bahkan ada yang sampai memparodikannya secara berlebihan dengan sebuah diagram alokasi waktu debat. Menurut diagram yang diupload oleh akun @SBYudhyonolebih dari 50% waktu debat digunakan oleh moderator untuk melarang penonton bertepuk tangan.
[caption id="attachment_310536" align="aligncenter" width="594" caption="Diagram yang diunggah kaun@SBYudhyono memparodikan alokasi waktu moderator untuk mengingatkan pendukung agar tak bertepuk tangan (twitter.com)"]
Begitu banyak kesan penonton terhadap aturan tepuk tangan yang disampaikan moderator membuat selama debat berlangsung sampai akhirnya debat usai, lini masa twitter disesaki dengan gurauan tentang moderator. Sebuah hal yang luar biasa bahkan terjadi yakni hanya berselang beberapa menit muncul akun twitter @sayamoderator. Tak menunggu lama akun tersebut pun langsung meraih banyak follower yang hingga sore ini 164.
Malam itu juga @sayamoderator menuliskan 2 tweet pertamanya dengan menyalin ucapan yang sering diucapkan Zainal Arifin Mochtar selama debat yaitu: “Tolong jangan tepuk tangan” dan “silakan tepuk tangan”. Dua kicauan tersebut langsung mendapat respon dari pengguna twitter. Ratusan retweet dan tanggapan yang hampir semuanya menyambut “gembira” kicauan tersebut.
[caption id="attachment_310537" align="aligncenter" width="568" caption="Akun twitter @sayamoderator segera muncul sesaat debat berlangsung Senin malam, 9 Juni 2014. Akun ini berusaha memparodikan ucapan-ucapan moderator yang melarang penonton di dalam gedung untuk tidak bertepuk tangan tanpa izin darinya (twitter.com)."]
“Tolong jangan tepuk tangan” dan “silakan tepuk tangan” dari @sayamoderator seketika menjadi populer. Beberapa pengguna twitter terlihat mengutip kata-kata itu untuk menanggapi kicauan lain yang tak ada hubungannya dengan debat.
Tak kalah lucu dengan munculnya akun @sayamoderator, efek lain dari “The Zainal Role” adalah munculnya serangkai gambar dengan dialog yang memparodikan gaya dan larangan tepuk tangan selama debat. Gambar-gambar lucu tersebut segera muncul di twitter sejak semalam hingga hari ini. Berikut salah satu di antaranya yang diunggap oleh akun fotografer ternama Indonesia @arbainrambey.
[caption id="attachment_310539" align="aligncenter" width="610" caption="Serangkaian gambar dilengkapi dialog lucu berusaha memparodikan The Zainal Role (twitter.com)."]
Benar-benar debat yang mengagumkan. Tak hanya memanaskan persaingan dua kandidat presiden, tak sekadar menggairahkanadu dukungan para simpatisan masing-masing, peristiwa itu juga kembali menunjukkan betapa masyarakat Indonesia selalu berhasil membuat dirinya bahagia dengan menertawakan hal-hal yang tak dikira-kira sebelumnya. Masyarakat Indonesia kembali berhasil menangkap sudut unik dari perspektif yang terduga. Di sisi lain @sayamoderator, “tolong jangan tepuk tangan” serta sejumlah parodi lainnya menunjukkan betapa media sosial selalu berhasil melahirkan histeria dan trend. “Tha Zainal Role” tak luput dari pengaruh itu semua.
Sesaat sebelum sesi lima berakhir, moderator kembali mengingatkan penonton untuk tidak bertepuk tangan. Dengan tegas ia berkata: “Saya ingatkan sekali lagi untuk tidak mendahului saya memberikan tepuk tangan”. Hadirin pun patuh. Tapi saat moderator melanjutkan perintahnya “silakan tepuk tangan”, suasana justru tetap hening. Dari beberapa kali peringatan yang moderator berikan sepanjang acara, hanya di sesi lima inilah hal itu berakhir dengan garing. Selebihnya tak ada yang salah dengan The Zainal Role.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H