[caption id="attachment_327518" align="aligncenter" width="615" caption="Kota Yogyakarta akan berulang tahun ke-258 pada 7 Oktober 2014."][/caption]
Saya hanyalah pendatang di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinggal di wilayah yang secara administratif berada di Kabupaten Sleman, tapi banyak interaksi dan pengalaman yang saya jalani di kota Yogyakarta. Sepanjang itupula saya mencari-cari alasan untuk mencintai kota ini. Sayangnya yang saya dapati justru tentang tukang parkir yang nakal, pedagang lesehan yang curang dan jalanan yang semrawut dengan trotoar yang hanya sebagai hiasan tanpa bisa dipijaki.
[caption id="attachment_327517" align="aligncenter" width="551" caption=""Kala Senja Menua di Malioboro""]
Kata orang kota Yogyakarta itu ramah. Tapi ketika berkunjung ke Malioboro yang menurut cerita sangat eksotik itu saya justru mendapati hal yang berkebalikan. Malioboro tak lebih dari sebuah kawasan belanja dengan jalan yang semrawut dan banyak pelanggaran aturan. Di tempat ini sejumlah tukang parkir nakal tak segan “memalak” pemilik kendaraan. Jika tak percaya cobalah untuk parkir di depan Dinas Pariwisata atau Gedung DPRD. Jangan terkejut jika karcis parkir yang diberikan telah dicoret nominal retribusinya atau tanpa basa-basi sang tukang parkir meminta uang lebih dari yang seharusnya. Kita bisa berdebat untuk hal ini tapi pengalaman saya membuktikan pengunjung Malioboro sering tak berdaya dengan aksi culas tukang parkir nakal Malioborio. Parahnya hal itu masih terus terjadi dan terkesan dibiarkan hingga kini meski sudah banyak pengaduan bermunculan. Di tempat ini kota Yogyakarta tak sepenuhnya ramah.
Lalu suatu malam dua tahun yang lalu saya menemui saudara yang datang dari Kalimantan dan sedang berkunjung ke Malioboro. Ia meminta saya menemuinya di sebuah lesehan. Kami pun akhirnya bersantap lesehan Malioboro malam itu. Sensasi makan lesehan ala Yogyakarta memang menarik. Tapi saya ikut geram ketika saudara saya harus membayar makan malam saat itu dengan harga yang mengejutkan. Ia tak lebih dulu menanyakan harga sebelum memesan dan saya tak sempat mengingatkan karena datang belakangan saat makanan sudah siap. Lesehan Malioboro memang cukup menggoda tapi di tempat ini pula ada yang menjual sepiring nasi denganRp. 4000 dan lalapannya yang tak seberapa dihargai Rp. 5000 per piring. Tipu-tipu harga memanfaatkan keluguan wisatawan rupanya lazim terjadi di Malioboro meski di tempat ini banyak juga pedagang yang baik hati.
Sebagai orang yang sebelumnya terbiasa jalan kaki dan menggunakan angkutan umum sayapun punya alasan untuk menyebut kota Yogyakarta sebagai kota yang tak ramah pejalan kaki. Saya sempat berfikir jangan salahkan banyak kendaraan pribadi memenuhi Yogyakarta karena kotanya memang kurang memberi ruang yang layak untuk pejalan kaki.
[caption id="attachment_327516" align="aligncenter" width="528" caption=""Mirota Batik"."]
Waktu berjalan, hal-hal yang menyebalkan dari Kota Yogyakarta masih tetap ada. Beberapa bahkan semakin menggila. Lihatlah foto betapa “hebat” nya kota ini selama 2 tahun belakangan di bawah ini.
[caption id="attachment_327508" align="aligncenter" width="497" caption="Hanya perlu dua tahun untuk mengubah sudut kota Yogyakarta dari seperti gambar atas menjadi seperti saat ini (bawah)"]
Tapi rupanya ada banyak hal lain yang berserakan di kota ini yang terlalu berharga untuk diabaikan hanya karena semrawutnya lalu lintas kota atau nakalnya penjual lesehan. Sebagai pendatang yang belum banyak tahu tentang kota Yogyakarta, saya hanya bisa mengatakan lewat gambar-gambar dalam tulisan ini. Bukan gambar yang sepenuhnya menarik, tapi inilah sepotong rupa wajah kota Yogyakarta yang sederhana namun membuat saya agak menyesal karena terlambat mencintainya.
[caption id="attachment_327509" align="aligncenter" width="540" caption="Di Kota Yogyakarta ada tempat secantik ini di tengah hiruk pikuknya lalu lintas yang semakin semrawut. Lokasi: kolam depan Museum Benteng Vredeburg, belakang Monumen Serangan Umum."]
[caption id="attachment_327510" align="aligncenter" width="540" caption="Jangan tanya betapa gerahnya udara Kota Yogyakarta saat terik seperti ini. Tapi cobalah untuk membuka mata, ada sesuatu yang sederhana tapi manis luar biasa. Lokasi: halaman parkir Museum Benteng Vredeburg."]
[caption id="attachment_327512" align="aligncenter" width="425" caption="Kerajaan yang secara sempurna melebur dengan rakyat dan mengabdi pada negara. Lokasi: Keraton Yogyakarta."]
[caption id="attachment_327513" align="aligncenter" width="540" caption="Menabuh Gamelan Pusaka Keraton. Lokasi: Masjid Gedhe Kauman."]
[caption id="attachment_327514" align="aligncenter" width="540" caption=""Berebut Gunungan". Lokasi: Halaman Masjid Gedhe Kauman"]
[caption id="attachment_327515" align="aligncenter" width="560" caption=""Di kota Yogyakarta selalu ada harapan untuk merawat tradisi""]
[caption id="attachment_327519" align="aligncenter" width="540" caption=""Yogyakarta Banget"."]