[caption id="attachment_337809" align="aligncenter" width="630" caption="Menumpang kereta ekonomi Gajah Wong menuju Jakarta pada Jumat malam (21/11/2014)."][/caption]
Kamis itu, mendekati tengah hari saya bergegas menuruni tangga dari lantai tiga menuju ruang di unit gedung yang lain. Setelah meraih laptop dan menghidupkannya saya buru-buru membuka website PT. KAI memesan tiket untuk keberangkatan tanggal 21 Novemberdan kepulangan sehari setelahnya.
Beruntung masih ada tiga kursi yang kosong dari Yogyakarta menuju Jakarta. Usai memesan saya masih berkejaran dengan waktu untuk segera membayar via ATM dan mencetak tiket langsung di stasiun. Bukan apa-apa, langit Jogja siang itu sudah mendung dan saya merasa harus membereskan masalah tiket ini secepatnya. Satu jam kemudian dua lembar tiket sudah di tangan, sayapun jadi berangkat ke Kompasianival 2014.
Jumat, 21 November 2014 saya tiba di stasiun 3 jam lebih awal. Lagi-lagi pertimbangan hujan menjadi alasan mengapa saya merasa perlu datang lebih awal. Lebih baik menunggu lama di stasiun daripada kehujanan atau macet di jalan.
Hari itu stasiun cukup ramai. Satu demi satu calon penumpang tiba dan segera menyesaki peron dengan barang bawaan masing-masing. Banyak dari mereka yang berwajah mahasiswa. Jika di akhir pekan begini biasanya mereka adalah mahasiswa pendatang yang hendak pulang kampung.Apalagi Jumat itu ada sebagian dari mereka baru selesai dengan ujian tengah semester dan tentu saja ingin memanfaatkan libur akhir pekan untuk menjenguk rumah.
[caption id="attachment_337811" align="aligncenter" width="624" caption="Menunggu kereta tiba dengan memainkan gadget."]
[caption id="attachment_337812" align="aligncenter" width="630" caption="Barang-barang bawaan calon penumpang menumpuk di peron."]
Sebuah pengumuman terdengar memecah keramaian. Kereta terlambat berangkat dan meski hanya beberapa menit saya memperkirakan itu akan membuat waktu kedatangan di Jakarta molor hingga berjam-jam karena kereta ekonomi tak bisa terus melaju jika sudah terlambat sejak berangkat.
Tak ada pilihan selain menikmati keterlambatan yakni duduk santai sambil memainkan gadget di tangan atau sekadar menyimak hiruk pikuk calon penumpang. Banyak dari calon penumpang yang membawa tiga hingga empat tas dan kardus penuh isi. Kadang saya membayangkan jika harus bepergian dengan barang bawaan dan oleh-oleh sebanyak itu.Tapi ada juga yang cukup simple dan tidak terlihat membawa apa-apa kecuali satu kantung plastik jajan dari minimarket.
Waktu beranjak malam, kereta api Gajah Wong akhirnya berangkat menuju Jakarta.Hampir semua kursi di dalam gerbong yang saya naiki terisi. Sepintas mengamati kebanyakan di antara mereka memang berwajah mahasiswa dan orang-orang yang mungkin berusia di bawah 40 tahun. Setidaknya perilaku mereka di dalam kereta bisa ditandai dengan sering memainkan gadget dan tablet.
[caption id="attachment_337813" align="aligncenter" width="630" caption="Kereta Gajah Wong yang membawa saya menuju Kompasianival 2014 di Jakarta."]
[caption id="attachment_337814" align="aligncenter" width="630" caption="Menuju Jakarta untuk Pestanya Kompasiana."]
Malam semakin larut, tanda-tanda keterlambatan hingga berjam-jam semakin terasa. Kereta semakin sering berhenti untuk mendahulukan kereta eksekutif dan bisnis berjalan lebih dulu. Kereta baru terasa berjalan kencang setelah melewati stasiun Cirebon. Namun itupun sudah cukup terlambat. Kereta ini seharusnya tiba di Stasiun Jakarta pukul 02.00 dan ternyata baru mendarat di rel Stasiun Pasar Senen lewat pukul 05.00. Ini keterlambatan paling lama yang saya alami selama menumpang kereta api.
Tiba di Stasiun Pasar Senen saya bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi. Antrian panjang di depan pintu kamar mandi agak mengejutkan saya karena dari dulu ternyata Stasiun Senen tak berubah. Hanya cat gedungnya yang berganti dan gerai minimarket yang semakin mewah, tapi kamar mandinya tetap hanya dua, jauh dari rasio penumpang yang setiap jam naik dan turun di stasiun ini. Bukan hanya itu saja, kedua westafel untuk mencuci muka ternyata rusak dan kering tanpa air. Ternyata PT KAI masih punya banyak PR terkait standar minimum pelayanan penumpang.
[caption id="attachment_337815" align="aligncenter" width="630" caption="Di dalam taksi menuju Taman Mini Indonesia Indah."]
Setelah beberapa menit meluruskan kaki dengan beristirahat di stasiun, saya memutuskan berangkat menuju Taman Mini Indonesia Indah. Menumpang sebuah taksi dari grup ternama, saya merasa kurang nyaman ketika sang sopir langsung bertanya sebelum melaju, “mau lewat mana mas?”. Saya tahu apa maksud pertanyaan ini karena ini bukan pertama kali saya menumpang taksi di ibu kota. “Saya dari Yogya Pak, nggak tahu jalan, jadi pilih yang cepat saja”. Saya menjawabnya dengan agak datar dengan harapan sang sopir menangkap isyarat tak perlu basa-basi jika ingin mempermainkan penumpang. Maaf, bukannya berburuk sangka tapi tips yang saya dapatkan ketika menumpang taksi di Jakarta memang jangan mau terjebak dengan pertanyaan konyol sang sopir“mau lewat mana mas?”. Kalau memang kita tidak tahu jalan, jawablah dengan tegas dan berikan isyarat keluar jika sopir tetap berbasa-basi. Akhirnya taksi meluncur menuju TMII melalui tol.
Tiga puluh menit kemudian saya tiba di Taman Mini Indonesia Indah. Di depan gedung Sasono banyak orang terlihat sedang menata meja dan kursi registrasi. Sayapun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar taman parkir yang rindang. Sebentar saya mampi ke ATM lalu duduk-duduk di bawah pohon. Tak disangkai di depan saya sebuah mobil melaju pelan dan berhenti. Dua orang turun dari dalam mobil dan saya langsung mengenalinya. Saya pun berjalan mau dan menyalami keduanya, Pak Tjiptadinata dan istri.
[caption id="attachment_337816" align="aligncenter" width="630" caption="Suasana registrasi peserta Kompasianival 2014 di depan Gedung Sasono TMII."]
Sekitar pukul 08.30 saya menuju meja registrasi. Di tempat ini saya bertemu dengan beberapa nama mulai dari mas Iskandar Zulkarnaen, Pak Syukri dari Takengon, Pas Rushan dari Tangerang dan mas Rizki dari Palembang dan Bu Maria. Belakangan saya bertemu dengan Pak Agung Soni dari Bali, Pak Agung Han,Pak Suwefi, Pak Dzulfikar, Pak Dian, Bu Olive Bendon, Seneng Utami, Pak Jamil dan beberapa nama lainnya.
[caption id="attachment_337817" align="aligncenter" width="630" caption="Menanti pembukaan sementara di atas panggung persiapan masih dilakukan."]
Ada satu kesan yang saya tangkap ketika tiba di Gedung Sasono yakni jumlah kompasianer yang hadir sepertinya jauh dari angka 3000, bahkantak sampai 1000. Kesan itu semakin terlihat ketika acara dimulai banyak kursi di dalam gedung yang kosong tanpa penghuni. Namun menurut saya itu tak menjadi soal, pesta memang tak harus dihadiri banyak orang.
[caption id="attachment_337818" align="aligncenter" width="585" caption="Kuliah umum singkat dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan."]
[caption id="attachment_337820" align="aligncenter" width="582" caption="Peluncuran Kartu Komunitas Kompasiana."]
[caption id="attachment_337824" align="aligncenter" width="630" caption="Ahok dan Ridwan Kamil berselfie bersama sesuai mengisi dialog."]