Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berburu "Pocong" di Pegunungan Menoreh Kulonprogo Yogyakarta

25 Februari 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pocong adalah hantu yang menakutkan dan sering menampakkan diri secara mengejutkan. Fasadnya yang terbungkus kafan putih dan meloncat-loncat membuat sosok yang biasa muncul di tempat sepi di malam hari ini sempurna menyeramkan. Hampir tak ada orang yang senang dan berharap bisa melihat pocong.

Tapi tidak dengan saya dan dua orang teman yang pada Desember 2014 lalu sengaja berburu “pocong” di Pegunungan Menoreh Kulonprogo, Yogyakarta. Tak ada rasa gentar, yang ada kami justru tak sabar untuk segera melihat sang pocong itu.

[caption id="attachment_352888" align="aligncenter" width="529" caption="Epipogium roseum atau "Anggrek Pocong" yang tumbuh di tengah rimbunnya Pegunungan Menoreh Kulonprogo, Yogyakarta."][/caption]

Tiba di Pegunungan Menoreh sekitar pukul 10.00 kami sudah disambut kabut yang turun terlalu dini. Tak ingin membuang waktu saya dan dua orang teman segera menyusuri kawasan yang sebelumnya diketahui sebagai rumah sang pocong. Sepanjang jalan melewati rimbun pepohonan dan semak yang tumbuh di atas tanah basah berseresah, kami menyiapkan kamera dan sejumlah peralatan untuk mengabadikan dan mencatat temuan pocong nantinya.

Hampir 1 jam berjalan kami akhirnya bertemu dengan sang pocong pertama. Namun ternyata kami tak hanya berjumpa dengan satu pocong, melainkan puluhan dan tersebar di sekeliling kami. Tak ingin menyia-nyiakan momen saya dan seorang teman memotret pocong-pocong itu dari berbagai sudut pada jarak yang sangat dekat. Sementara seorang teman lainnya sibuk dengan lembaran kertas mencatat deskripsi pocong yang ditemukan. Kondisi lingkungan di sekitar sang pocong juga dicatat dan diamati. Selanjutnya beberapa alat dikeluarkan lalu diletakkan dan ditancapkan di dekat sang pocong.

[caption id="attachment_352891" align="aligncenter" width="516" caption="Fasad bunga Anggrek Pocong yang hampir seluruhnya berwarna putih dan putih gading."]

1424830403867769259
1424830403867769259
[/caption]

[caption id="attachment_352892" align="aligncenter" width="316" caption="Batang Anggrek Pocong dengan daun mereduksi yang diduga kuat menjadi bukti evolusi Anggrek tanah."]

14248304901445013213
14248304901445013213
[/caption]

Empat jam kami berburu dan bercengkerama bersama para pocong di tengah rimbunnya Pegunungan Menoreh. Puluhan foto dan data deskripsi sang pocong akhirnya berhasil didokumentasikan. Tak ada sisa rasa takut telah bertemua pocong-pocong itu. Kami justru senang bisa menemukan mereka di antara rimbun pepohonan dan semak karena ini menjadi bagian dari penelitian. Lagipula pocong yang kami buru itu bukanlah sang hantu yang menyeramkan, melainkan anggrek bernama Epipogium roseum yang biasa disebut Anggrek Pocong.

Epipogium roseum adalah anggrek saprofit yang tersebar di sejumlah wilayah tropis dan subtropis di Asia, Australia dan Afrika. Iklim tropis Indonesia menghasilkan habitat yang cocok untuk pertumbuhan anggrek jenis ini, terutama di Jawa dan Sumatera. Selain di Indonesia, E. roseum juga dijumpai di Thailand, Vietnam, Malaysia, Jepang, Ghana, Nigeria, Kamerun, Zaire, Kenya, India, Nepal, Bhutan, Sri Lanka, Papua New Guinea, Kepulauan Solomon, Queensland and New South Wales, Fiji, New Caledonia dan Vanuatu.

Anggrek ini pertama kali dideskripsikan secara lengkap dan benar oleh John Lindley pada tahun 1857. E. roseum memiliki beberapa nama sinonim seperti Ceratopsis rosea, Epipogium indicum, Epipogium tuberosum dan lain sebagainya.

Epipogium roseum tumbuh baik di dalam hutan primer di ketinggian 100-2000 meter di atas permukaan laut. Habitatnya berada di lantai hutan yang lembab dengan banyak seresah. Batangnya yang tegak di atas tanah memiliki panjang mulai dari 5 cm hingga 50 cm.

Di kalangan pegiat dan peneliti anggrek alam, E. roseum dikenal dengan sebutan “Anggrek Pocong”. Padabeberapa literatur berbahasa Inggris, anggrek ini juga disebut dengan istilah “Ghost Orchid”.

[caption id="attachment_352901" align="aligncenter" width="329" caption=""Si Pocong" dari Pegunungan Menoreh Kulonprogo Yogyakarta."]

1424831095320197294
1424831095320197294
[/caption]

Ada beberapa alasan mengapa E. roseum disebut Anggrek Pocong, sesuatu yang terkesan menyeramkan dan kurang mewakili image anggrek yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga yang cantik. Pertama, seperti halnya hantu pocong yang menyeramkan dan terbungkus kain kafan putih, E. roseum memang memiliki bunga yang tidak cantik dan seluruh habitusnya berwarna putih atau putih gading. Struktur habitus E. roseum memiliki batang tegak dengan bunga di ujungnya yang menggembung menyerupai tubuh pocong dengan ujung kepalanya yang diikat.

[caption id="attachment_352895" align="aligncenter" width="480" caption="Seresah yang menjadi sumber bahan organik makanan Anggrek Pocong."]

1424830613812114145
1424830613812114145
[/caption]

[caption id="attachment_352898" align="aligncenter" width="473" caption="Peralatan untuk mengukur intensitas cahaya, kelembaban tanah dan udara di tempat hidup "Anggrek Pocong"."]

1424830707559078994
1424830707559078994
[/caption]

Kedua, seperti hantu pocong yang menyukai tempat sepi, gelap, lembab dan dingin, E. roseum juga tumbuh di habitat dengan kondisi yang serupa. Anggrek ini menyukai habitat dengan vegetasi yang rapat, sedikit cahaya dan sangat lembab. Pada inventarisasi terakhir di Pegunungan Menoreh Kulonprogo akhir tahun 2014 kami mengukur parameter lingkungan di tempat anggrek ini tumbuh. Hasilnya intensitas cahaya pada habitatnya hanya bernilai 17,5 dengan suhu udara 22oC. Sementara kelembaban udaranya 82% dan kelembaban tanahnya 58,8%. Kondisi lembab dengan intensitas cahaya yang rendah di tengah rimbunnya hutan dan semak memunculkan kesan mistis pada habitatnya.

Ketiga, jika hantu pocong suka menampakkan diri secara mengejutkan, demikian juga halnya dengan E. roseum. Sifatnya yang saprofitik membuat Anggrek Pocong ini sering tumbuh tak terduga dan keberadaanya seringkali mengejutkan. Para penjelajah anggrek alam seringkali terkejut telah menginjaknya karena anggrek ini tumbuh di lantai hutan di antara semak dan seresah yang sering membuat keberadaannya tersamar.

[caption id="attachment_352899" align="aligncenter" width="499" caption="Sambil berburu "Si Pocong" bisa menyaksikan pemandangan indah Pegunungan Menoreh."]

1424830831278778674
1424830831278778674
[/caption]

Meskipun memiliki nama yang menyeramkan, Anggrek Pocong memiliki keunikan dan kekhasan yang jarang dijumpai di kebanyakan anggrek dan tumbuhan. Sebagai jenis saprofit, E. roseum tidak memiliki daun. Sedikit jejak sisa daun yang mereduksi sebagai hasil proses evolusi masih dapat diamati pada batangnya. Ketiadaan daun membuat anggrek ini tidak melakukan fotosintesis seperti tumbuhan pada umumnya. Untuk mendapatkan makanan bagi pertumbuhan, E. roseum menyerap langsung materi organik dari tempatnya hidup terutama seresah dan produk pelapukan bahan organik lainnya. Materi organik yang diserap disimpan dalam bentuk umbi di dalam tanah. Umbi E. roseum memiliki ruas dan berdaging.

Beberapa aspek pada Anggrek Pocong merupakan misteri yang menarik untuk diteliti seperti siklus hidup dan mekanisme reproduksinya yang belum diketahui seutuhnya. Karakterisasi secara detail terutama mengenai atribut-atribut yang menyangkut jejak evolusi anggrek tanah dan saprofit juga menarik untuk dikaji dari Anggrek Pocong ini.

[caption id="attachment_352889" align="aligncenter" width="534" caption="Para "pocong" berbaris tegak di Pegunungan Menoreh."]

14248303081829530764
14248303081829530764
[/caption]

Bagi dunia ilmu pengetahuan, Anggrek Pocong menjanjikan banyak khasanah pengetahuan baru. Meski bernama “pocong”, anggrek ini tetap eksotik menyenangkan untuk didekati dan dipelajari. Lebih dari itu semua Anggrek Pocong adalah bagian dari ragam Anggrek Alam Indonesia yang tiada bandingannya dan harus terus dijaga sama halnya kita menjaga kelestarian habitatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun