Mohon tunggu...
Kazebara
Kazebara Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Hidup Seperti Semilir Angin, Menyejukkan Meski Hanya Sesaat. IG @wardhaayu Twitter @WAndriyuni kazebara.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tentang Manuskrip yang Terabaikan, Belajar Budaya di Museum Sonobudoyo

8 November 2018   13:48 Diperbarui: 8 November 2018   17:59 1027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 50 kompasianer Jogja mengunjungi Museum Sonobudoyo dalam acara Mengenal Peradaban Melalui Manuskrip. Acara terselenggara atas kerjasama antara Kompasiana, Kementrian Agama, dan Museum Sonobudoyo. Tujuannya untuk mengenalkan sejarah terutama dunia manuskrip kepada para blogger. 

Sebelum memulai materi, seluruh peserta berkeliling Museum Sonobudoyo ditemani pemandu. Ini kali kedua aku berkunjung ke Sonobudoyo. Tapi kali ini ditemani pemandu, jadi lebih banyak mendapatkan informasi soal koleksi museum.

Sonobudoyo merupakan museum sejarah dan kebudayaan Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta. 

Selain benda-benda dari Jawa ternyata juga ada koleksi dari Bali. Kali ini kita berkunjung ke Museum Unit I, ada juga Unit II yang digunakan sebagai kantor dan tempat penyimpanan koleksi.

Museum Sonobudoyo Unit I terletak di Jalan Trikora No. 6 Yogyakarta, sedangkan Unit II terdapat di nDalem Condrokiranan, Wijilan, di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. 

Sejarah awal mula adanya Museum Sonobudoyo adalah dari aktivtas Java Instituut, sebuah yayasan yang bergerak dibidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, Madura, Lombok yang berdiri tahun 1919 di Surakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta No. 73, tanggal 17 Desember 1919 yang ditanda tangani oleh Sekretaris Umum G. Rd. Redtrienk merupakan jawaban Surat Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Dr. F.D.K. Bosch tanggal 3 Oktober 1919. 

Surat Gubernur Jenderal tersebut memberikan wewenang kepada Java Instituut untuk melakukan kegiatan organisasi selama 29 tahun, terhitung mulai tanggal 4 Agustus 1919. Lama juga selama 29 tahun, hingga akhirnya memiliki banyak koleksi untuk menjadi sebuah museum. 

Pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai Otonomi Daerah.

dokpri
dokpri
Ketika berkeliling museum, ruang pertama yang dijumpai adalah Ruang Pengenalan. Ruangan ini nuansanya remang-remang. Di atas pintu masuk menuju ke ruang pengenalan terdapat relief candrasengkala "Buta Ngrasa Esthining Lata". Ruang pengenalan berukuran 62,5 m2. 

Salah satu koleksi yang ada di ruang pengenalan yaitu pasren atau krobongan yang terdiri dari tempat tidur, bantal, guling, kasur, kelambu, sepasang patung loro blonyo, sepasang lampu robyong, dan sepasang lampu jlupak. Terbayang model kamar tidur jaman dahulu deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun