Mohon tunggu...
wardani olive
wardani olive Mohon Tunggu... Freelancer - tidak ada keterangan

Sedang mencoba untuk mengamati keadaan Indonesia agar pemikiran menjadi terbuka.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pembatalan Kerja Sama Jepang untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung

12 Agustus 2019   16:30 Diperbarui: 12 Agustus 2019   16:34 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemerintah akan terus berupaya untuk memudahkan akses masyarakat Jakarta yang hendak bepergian ke Bandung. Jika saat ini kereta Jakarta-Bandung masih memakan waktu selama kurang lebih 4 jam, maka nanti menjadi 40 menit. Pengambilan keputusan terhadap investor proyek ini pun tidak diambil dengan keputusan yang mudah, pasti sudah ada pemikiran yang panjang.

Ini merupakan mega proyek yang sudah digagas dari era Susilo Bambang Yudihyono dan bergulir pada era kepemimpinan Jokowi. Saat ini, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung masih dalam proses pengerjaan dan diperkirakan akan mulai beroperasi pada tahun 2021.

Awalnya pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memang melakukan studi kelayakan dengan Japan Internasional Corporation Agency (JICA). Saat itu, pemerintah telah mengkaji sekitar 20 proyek yang dikerjakan oleh investor Jepang dan salah satunya merupakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Selain proyek pembangunan rute cepat Jakarta-Bandung, Pemerintah juga mengkaji proyek pembangunan kereta semi cepat Jakarta-surabaya. Setelah melalui berbagai pertimbangan baik ekonomi maupun politik, akhirnya pemerintah memutuskan untuk membangun kereta cepat secara bertahap. Pemerintah memutuskan untuk membangun dengan rute Jakarta-Bandung terlebih dahulu sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya senilai Rp 67 triliun.

Tentu saja untuk menyelesaikan proyek ini Pemerintah membutuhkan investor atau kerja sama dari pihak dalam maupun luar negeri. Pemerintah pun membuka lelang terbuka bagi negara-negara yang tertarik proyek itu. Masuklah China sebagai tandingan Jepang yang sudah menyatakan minatnya terlebih dahulu. Proposal yang disampaikan Jepang dan Cina sangat berimbang. 

Untuk mendapatkan yang terbaik, Presiden Jokowi mengadu proposal Cina dan Jepang. Agar mendapatkan hasil yang adil, Indonesia menggandeng konsultan independen Boston Consulting Group sebagai penilai. Namun, utusan Jepang, Izumi Hiroto, membawa proposal revisi kedua ke Jakarta pada 26 Agustus 2015. Tidak lama setelah China mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015 lalu.

Dalam proposal tersebut, Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun dengan bunga hanya 0,1% per tahun dan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun. Sedangkan, proposal China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi, namun jangka waktu lebih panjang yakni pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar, jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.

Pemerintah Indonesia juga menetapkan syarat mutlak bahwa proyek ini: tidak boleh menggunakan dana APBN. Pemerintah Indonesia juga tidak mau mengeluarkan garansi terkait pendanaan proyek. Skema business to business (b to b) harus diterapkan dalam proyek tersebut. Akhirnya pemerintah memilih China untuk bekerja sama menggarap proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Perlu diketahui bahwa saat itu Jepang adalah investor terbesar kedua di Indonesia, sementara China adalah mitra perdagangan teratas

Tentu saja Pemerintah telah berpikir panjang untuk mengambil keputusan tersebut. Meskipun bunga yang ditawarkan oleh pihak China lebih besar dibandingkan pihak Jepang, tetapi masa operasi kereta dari pihak China 10 tahun lebih panjang dibanding pihak Jepang. Salah satu alasan lainnya yakni  pihak Jepang tidak mau jika tidak ada jaminan dari pemerintah, sementara China siap menggarap dengan skema business to business tanpa ada jaminan dari pemerintah.

Proyek ini digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business. Meskipun begitu, penguasaan saham dari pihak BUMN lebih besar dibanding pihak asing. 60% penguasaan saham dimiliki oleh PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan 40% sisanya dikuasai China Railway International.

Tentu saja Jepang merasa kecewa terhadap keputusan Pemerintah Indonesia untuk penolak penawaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal ini dapat saja berpengaruh pada hubungan politik antara Indonesia dengan Jepang. Pemilihan partner kerja sama ini hanya dilihat dari segi untung rugi perekonomian, buak dari politik dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun