Kritikus lain mencatat bahwa teori sastra feminis sering berfokus pada pengalaman perempuan kulit putih kelas menengah dan kurang memberikan perhatian pada pengalaman perempuan lintas ras, kelas dan budaya yang berbeda.
- Potensi fragmentasi
Dengan banyaknya aliran dan pendekatan, teori sastra feminis terancam terfragmentasi dan kehilangan arah.
- Penolakan Kanon Sastra
Kritikus konservatif mungkin menolak teori sastra feminis karena teori tersebut menantang norma-norma sastra tradisional dan kekuasaan patriarki dalam dunia sastra.
- Kompleksitas Analisis
Menganalisis karya sastra dari sudut pandang feminis memerlukan pemahaman mendalam tentang teori dan struktur feminis
Teori sastra feminis telah membuka cakrawala baru dalam memahami dan menganalisis karya sastra.Melalui kacamata feminisme, kita diajak untuk mengkritik stereotip gender, membongkar wacana patriarki, dan menjelaskan pengalaman perempuan yang terpinggirkan. Pendekatan sastra feminis bukan sekedar teori melainkan sebuah gerakan yang terus berkembang dan beradaptasi dengan realitas sosial yang dinamis. Tantangan dan kritik yang muncul seiring berjalannya waktu mendorong kaum feminis untuk terus memperluas bidang analisis dan memperkaya metode penelitiannya. Dalam semangat kolaborasi dan inklusi, literatur feminis dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun masa depan yang lebih adil dan setara bagi semua orang.
Sumber:
Ensiklopedia Dunia, “Feminisme”, https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Feminisme. Diakses pada tanggal 4 Mei 2024
Farhan Rusli Fadloli, S.Hum., “Feminisme Dalam Sastra”, (Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah: 2023), Hlm. 1.
The Subjection of Women oleh John Stuart Mill (1869)
"Feminism and Marxism: A Materialist Analysis" oleh Heidi Hartmann (1979)
“Radical Feminism” oleh Shulamith Firestone (1970)