Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ketika Hasrat Eksis di Medsos Mengalahkan Syahdunya Pemakaman

30 Maret 2015   13:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:47 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_358116" align="aligncenter" width="600" caption="Warga di pemakaman Olga/Kompas.com"][/caption]

Olga Syahputra meninggal setelah setahun dirawat di Mount Elizabeth Singapura akibat Meningitis. Pada 28 Maret medsos mulai ramai membicarakan, pemberitaan juga tak kalah riuhnya. Hari itu Olga dimakamkan, kembali ke tanah dan rohnya bertemu sang Khalik.

Ada rasa duka, meski tak menyayat, ketika saya mendengar pertama kali kabar meninggalnya olga lewat status di medsos. Ada rasa duka, meski tak menyayat, saat menonton tayangan televisi mulai kisah sukses Olga, kesan teman-teman baiknya, dan pemakamannya.

Saya tidak kenal Olga secara pribadi. Pernah menjadi wartawan lifestyle, namun tak pernah sekali pun saya bersentuhan dengannya secara langsung. Saya hanya mendengar dari teman sejawat yang kerap berurusan dengannya. Banyak kisah tentang Olga, ada yang suka ada yang tak suka bahkan menghujatnya. Saya netral saja. Karena memang saya tak mengenalnya. Namun, satu hal yang saya ingin sekali menjadi sepertinya, Olga, selalu berbagi rejeki kepada siapa pun yang menurutnya membutuhkan. Tak pelit mengeluarkan uang dan membagikannya tanpa persyaratan ngejelimet. Berkah hartanya hingga akhirnya ia bisa mengubah nasibnya dari tinggal di Rusun Tebet ke rumah mewah di Mampang, kawasan strategis yang pastinya properti di daerah ini bernilai super tinggi.

Saya tak sedang menceritakan Olga, karena saya tidak begitu mengenalnya atau mencari tahu tentangnya. Saya hanya sedang ingin menumpahkan selintas pikiran tentang proses pemakaman Olga.

Pernah menghadiri beberapa pemakaman orang dekat,bagi saya, pemakaman adalah momen terakhir seorang manusia menyatukan jasadnya dengan tanah, sementara rohnya terbang mendekat dengan Tuhan. Momen pamungkas kehidupan seorang manusia. Saat kembali kepadaNya, kesyahduan semestinya menyertai. Tenang kembali ke Tuhan, dengan iringan doa sanak keluarga handai taulan.

Mungkin kesyahduan hanya akan terjadi pada pemakaman orang biasa, yang mungkin tidak populer, atau boleh jadi punya banyak teman, namun diantarkan ke tempat istirahat terakhir dengan suasana syahdu, jauh dari keriuhan.

Saya maklum, saat pemakaman Olga, keriuhan begitu tampak di layar kaca. Olga bukan orang biasa yang punya banyak teman dan pengagumnya. Sah saja kalau semua orang ingin menjadi bagian mengantarkan Olga menyatu dengan bumi terakhir kali.

Namun saya bisa membayangkan rasanya berada di sana. Saya pernah menjadi pewarta yang harus mengambil gambar demi menangkap momen khusus. Meski belum pernah meliput pemakaman, saya bisa bayangkan bagaimana rasanya berdesakan berusaha mendapat gambar. Rasanya, riuh. Dalam pemakaman Olga, rupanya bukan hanya pewarta yang berebut momen. Warga pun tak ingin ketinggalan. Dengan smartphone yang makin canggih, yang penting jepret lalu beri caption. Keterangan, "Olga dimakamkan" misalnya, lalu unggah ke medsos sebagai tambahan status hari ini, warga bak pewarta yang merasa penting mendokumentasikan momen terakhir Olga.

Sekilas melihat tayangan seperti itu di layar kaca, pikiran saya berkelana. Hhhmm...apakah Olga senang dengan proses pemakamannya atau justru terganggu karena momennya menyatu dengan tanah, tanda manusia tiada daya saat Tuhan mencabuut nyawa dan memanggil kembali mendekatnya, harus disertai keriuhan.

Kadang manusia lupa. Lupa saya bilang, bukan tak paham, ada etiket yang semestinya kita pegang di berbagai kondisi, bahwa ada momen yang semestinya kita hargai, kita resapi, kita merendah dan mengingat kuasa Nya, dalam konteks pemakaman misalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun