Mohon tunggu...
Wardah Fajri
Wardah Fajri Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

Community Development -Founder/Creator- Social Media Strategist @wawaraji I www.wawaraji.com Bismillah. Menulis, berjejaring, mengharap berkah menjemput rejeki. Blogger yang menjajaki impian menulis buku sendiri, setelah sejak 2003 menjadi pewarta (media cetak&online), menulis apa saja tertarik dengan dunia perempuan, keluarga, pendidikan, kesehatan, film, musik, modest fashion/fashion muslim, lifestyle, kuliner dan wisata.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jangan Jadi Pengunjung Pasif di Pameran Kesehatan

16 November 2015   01:07 Diperbarui: 16 November 2015   02:23 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beruntung, saya mendapatkan kesempatan hadir di Pameran Pembangunan Kesehatan 2015 (Hari Kesehatan Nasional ke-51) atas undangan  Komunitas Bendi dengan teman baik Yos Mo dan Nelly sebagai fasilitatornya. Hadir di pameran ini membuat wawasan semakin terbuka akibat penasaran dan aktif bertanya. Hasilnya, banyak manfaat didapat dan alih-alih menyimpannya untuk diri sendirisaya ingin berbagi lewat tulisan ini.

Komunitas Bendi (Bekasi Trendi) punya andil besar di satu sesi pameran ini, yakni talkshow “Cerdas Mengenal Obat” yang berlangsung di area panggung pameran di JIEXPO Hall C-1 dan C2 Kemayoran, Sabtu, 14 November 2015 (hari kedua pameran). Penyelanggara talkshow ini adalah anggota Komunitas Bendi, termasuk moderator talkshow Mira Sahid dan tim kreatif lainnya. Kehormatan bagi saya bisa diundang di acara yang melibatkan lintas komunitas sebagai audiensnya, tak terkecuali komunitas blogger tentunya.

Hadir tepat waktu pukul 09:00 membuat saya sempat berkeliling pameran sebelum akhirnya bergabung dengan peserta talkshow lainnya. Sudah menjadi kebiasaan saya kalau menghadiri pameran, berkeliling secukup waktu, semacam screening mencari yang paling menarik dan unik dari pameran. Dengan berkeliling dan screening, saya bisa membuat keputusan booth mana yang akan didatangi dan mencari tahu lebih mendalam untuk memuaskan rasa ingin tahu selain mencari manfaat untuk diri sendiri tentunya.

Tiga booth menarik perhatian, dan berhasil disinggahi mencari tahu seputar kesehatan dikaitkan dengan kebutuhan personal dan kebiasaan keseharian. Booth lain bukannya tidak menarik, apalagi hampir sebagian besar booth memberikan kenangan menggiurkan. Bagaimana tidak, setiap pengunjung booth hanya dengan mengisi daftar hadir, mendapatkan semacam goodiebags yang isinya beraneka rupa, namun yang pasti materi sosialisasi kesehatan sesuai lembaga/instansi yang menjadi peserta pameran (membuka booth). Entah apa yang membuat banyak pengunjung rela antri mengisi daftar hadir. Coba berpikir positif, mungkin memang materi edukasi yang dibagikan sangat penting dan tidak mudah didapatkan, atau ada pemikat lain, entahlah.

Di ketiga booth inilah fakta kesehatan didapatkan, dan saya diingatkan lagi betapa mahalnya sehat. Kuncinya, jika datang mengunjungi pameran kesehatan, jangan pasif. Jangan sungkan bertanya, karena tenaga kesehatan yang menjaga booth bukan sekadar penjaga booth biasa, sebagian dari mereka adalah tenaga kesehatan dari level mahasiswa hingga dokter spesialis. Karenanya, saya pilih booth yang bisa memberikan informasi kesehatan bermutu dari tenaga kesehatan yang bertugas.

Selintasan saja, booth Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan saya singgahi lantaran di bagian depan booth memajang sepatu AFO. Sepatu AFO sebagai sepatu khusus untuk kebutuhan fisioterapi, yang kebetulan menjadi kebutuhan penting anak semata wayang saya berusia dua tahun delapan bulan. Saya sudah membeli AFO, tapi berhubung sepatu ini mahal, butuh dibuat khusus untuk menunjang fisioterapi, tak ada salahnya bertanya. Setelah diminta mengisi daftar hadir, dan mendapatkan sumber informasi yang terpercaya, saya mendapatkan semuanya, kontak pembuatan sepatu AFO yang pasti akan berguna untuk saya atau orangtua lain dengan anak berkebutuhan khusus, termasuk saya pun mendapatkan sekantong brosur dan entah barang apa lagi di dalamnya. Saya ambil karena membutuhkan tas untuk brosur lain yang sudah saya kumpulkan. Ya, mengumpulkan brosur berisi informasi kesehatan menjadi “hobi” saya sejak dulu, entah akan berguna suatu waktu atau bisa menjadi bahan tulisan bermanfaat nantinya.

Booth kedua yang sudah saya incar dari awal adalah Ikatan Apoteker Indonesia. Di depan booth sudah ada papan “menu” bisa cek darah dan bawa pulang hasilnya. Saya butuh itu,pikir saya sambil lalu. Usai screening, saya kembali ke booth, bertanya, dan mendapatkan jawaban bahwa tes darah untuk kolesterol, asam urat, gula darah gratis dengan hasil langsung diketahui, meski ternyata akurasinya tidak dapat dijadikan acuan untuk melakukan tindakan.

“Tes ini hanya gambaran umum saja, harus cek lab jika ingin mendapatkan diagnosis lebih tepat dan tindakan apa yang perlu dilakukan termasuk konsumsi obat,” kata apoteker sambil menyiapkan tiga alat tes darah.

Booth ini terbilang sepi pengunjung, karena saya tak perlu lama antre untuk tes darah, bahkan bisa bertanya-tanya soal akurasi tes sampai obat-obatan. Mungkin karena booth ini tidak menyediakan semacam goodiebags tak banyak yang datang. Padahal, dengan tes darah tiga hal tadi, sudah sangat bermanfaat untuk diri sendiri. Sekadar mengetahui kondisi kesehatan tubuh secara umum, lalu kita bisa melanjutkan pemeriksaan lanjutan. Bukankah dengan mengetahui seberapa sehat tubuh kita bisa mengetahui apa yang perlu diwaspadai dan penyakit apa yang barangkali mulai mengintai kita?

Tak perlu heran sebenarnya, karena saya pun baru benar-benar sadar memeriksakan diri ketika penyakit sudah mulai berdatangan. Dua minggu sebelumnya tubuh saya drop, izin kantor karena sakit, lantaran tensi darah sangat rendah dan leher belakang terasa berat, kepala pusing, dan badan lemas. Tidur dan istirahat jadi obat mujarab hingga akhirnya memeriksakan diri ke dokter dekat tempat tinggal. Hasilnya, kolesterol tinggi 227, di atas normal, yang seharusnya dijaga di bawah 200. Makan tak sehat, kurang bergerak, gaya hidup sedentary menjadi sebab utamanya, analisis saya setelah dokter memberikan obat dan menyarankan kontrol makanan.

Ya, ketika sakit mulai datang, kita pun jadi tiba-tiba lebih rajin periksa diri, menjaga diri, termasuk menjaga makanan dan mulai berolahraga. Terlambat sebenarnya, tapi lebih baik daripada tidak melakukan apa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun