Indonesia dengan keberagaman termasuk isu sosial di dalamnya, jika diceritakan maksimal lewat film akan menghasilkan pelajaran sarat makna, bahkan bisa mengentalkan semangat kebangsaan. Film Indonesia, “Toba Dreams” berhasil memupuk semangat kebangsaan, setidaknya itu yang saya rasakan.
Film yang diadaptasi dari novel dengan judul sama ditulis oleh TB Silalahi ini menghadirkan cerita yang begitu kuat. Banyak konflik di dalamnya, merefleksikan Indonesia dengan keberagaman dan isu sosial, namun disampaikan dengan sangat cantik, halus, bermakna, tapi tak membuat penikmat film kehilangan pesan utamanya dari sebuah cerita film.
Saya pernah menonton sebuah film Indonesia yang begitu banyak konflik dituangkan, campur aduk, namun tak ada satu konflik utama yang menjadi klimaksnya. Sehingga akhirnya saya sebagai penonton pulang dengan pesan abu-abu bahkan tanpa pesan berarti.
Film Toba Dreams mengungkap banyak persoalan bahkan sindiran halus, sangat halus mengenai pengasuhan anak dalam keluarga, merefleksikan isu sosial yang beraneka rupa di Indonesia, namun disampaikan dengan kekuatan naskah, cerita, pesan bermakna, ada pesan utamanya tentang anak sulung yang ingin mendapatkan pengakuan dari ayahnya.
Anak yang butuh pengakuan, sebuah pesan utama yang sederhana, namun dikemas, disajikan dengan banyak konflik yang membuat film ini begitu kuat berbekas, dan tak ingin kehilangan momen sekecil apa pun saat menyaksikannya.
Film drama ini (dengan sebagian aksi brutal yang membuat saya tidak merekomendasikan film ini ditonton anak-anak, apalagi tanpa pendampingan) adalah refleksi sebagian Indonesia. Ya, inilah potret Indonesia, tentang keluarga, tentang orangtua yang terkadang menaruh ekspektasi terlalu tinggi pada anak-anaknya, ingin anaknya mencapai apa yang diinginkannya, tentang hubungan yang kurang harmonis, cerita yang sangat mudah ditemui sehari-hari.
Meski begitu, film ini tidak menyudutkan para orangtua. Sekilas tersirat, ada alasan di balik sikap orangtua seperti itu. Film ini seakan ingin menegur bahkan menjewer semua orang, semua lapisan, dari keluarga, masyarakat bahkan bangsa tentang keluarga. Tentang menyelamatkan keluarga dari bahaya narkoba, menyelamatkan anak dari ambisi orangtua, menyelamatkan anak-anak dari jalan yang membawanya jauh dari Tuhan dan keluarga, jalan yang dipilihnya untuk sebuah pengakuan di keluarganya.
Di dalamnya juga ada pesan cinta dan kebangsaan, diawali dari niatan pensiunan militer yang memilih meninggalkan rumah dinas untuk kembali ke kampung halaman, di tepian Danau Toba. Meninggalkan rumah yang memang sudah semestinya menjadi hak prajurit aktif, bukan dinikmati oleh para pensiunan yang tak ingin hidup lebih sederhana di kampungnya. Ada kejujuran dikisahkan dari semangat kebangsaan seorang mantan prajurit ini.
Ada juga pesan cinta dari anak muda yang rela melakukan apa saja demi kekasihnya. Cinta yang membuat sejoli rela meninggalkan orangtua demi bersama orang yang disayanginya, menjalani kehidupan yang selama ini hanya ada di angan, menikmati egonya demi bersama si terkasih, walau banyak risiko dipertaruhkan. Cinta buta yang selalu ada di setiap zamannya.
Film Toba Dreams sejatinya adalah film tentang keluarga. Betapa, seberat apa pun keputusan yang kita buat, pada akhirnya keluarga lah pendamping setianya. Hanya dengan kasih keluarga, seseorang yang salah memilih jalan, kembali kepada kasih Tuhan dan kasih keluarganya. Hidup pun menjadi lebih tenang terarah.
Toba Dreams juga banyak “mengajarkan” sikap mental siap menanggung risiko, siap hidup sederhana tak bergelimang harta namun hidup sebagai manusia terhormat bermartabat, bahkan mencontohkan semangat kebangsaan dari seorang pensiunan prajurit yang mengabdikan dirinya untuk negara. Prajurit loyal yang jujur, tak pernah bergelimang harta, tak pernah menjadi jenderal yang bisa melakukan apa saja dengan kuasa dan uangnya, dan memilih menjadi petani yang jujur. Sebuah contoh yang barangkali banyak ditemui namun tidak terberitakan, atau barangkali sudah langka lantaran banyak jenderal yang akhirnya terpenjara, oleh kekuasaan dan kekayaannya.