BlogWalking, ini menjadi perhatian saya sejak terjun bebas ke dunia blogging. Dunia yang saya impikan sejak menjadi jurnalis beberapa tahun belakangan. Dunia yang akhirnya saya tekuni sebagai blogger newbie, ya, saya memang baru ngeblog sejak 2011 di Kompasiana, dan mulai benar-benar aktif blogging sejak 2014, setelah sebelumnya menulis di era Multiply dan membuat akun baru di Blogspot setahun belakangan. Saya suka membaca sebagai modal blogging, bukan sekadar membaca buku tapi membaca sekeliling termasuk mengamati komunitas blogger. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah BlogWalking. Betapa blogger tanpa blogwalking yang diniatkan khusus untuk bersilaturahim dan belajar dari orang lain, takkan bisa mengembangkan dirinya lebih maksimal lagi, menurut saya.
Tak selalu mudah untuk blogwalking karena biasanya kita sibuk dengan eksistensi pribadi, yang penting menulis dan posting, lalu share tulisan berharap dibaca dan dikomentari sebagai tanda ada jejak yang tertinggal dari tulisan-tulisan kita. Tak selalu mudah saya bilang, bukan berarti selalu demikian kondisinya. Bisa jadi blogwalking sudah menjadi rutinitas blogger atau bagi yang belum menjadikannya sebagai rutinitas, blogwalking yang pada prinsipnya adalah membaca dan belajar dari blog teman, sebaiknya kita mulai menjewer diri sendiri, untuk meningkatkan lagi frekuensi membaca. Karena hanya dengan membaca kita bisa meningkatkan kualitas diri, bukan sekadar memperbaiki tulisan tapi juga membuka wawasan yang menjadi bekal untuk menulis lebih baik dan lebih bagus lagi.
Berkat blogwalking, saya kok merasa terpanggil untuk menulis soal ini, setelah membaca tulisan Pak Tjiptadinata Effendi, juga setelah sehari sebelumnya, saya membuat riset berhadiah kecil-kecilan soal blogwalking.
Cara Pak Tjipta Mengingatkan Kita
Bagi saya, tulisan Pak Tjipta berjudul "Inilah Contoh Komentar yang Memiliki Roh" adalah cara kreatif (yang mungkin tak disadarinya apalagi diniatkan) sebagai pengingat bagi kita untuk membaca, meninggalkan jejak dari tulisan yang kita baca. Ini adalah prinsip blogwalking yang sudah seharusnya kita sebagai penulis blog menjadikannya sebagai bagian dari rutinitas blogging. Saya percaya Pak Tjipta menuliskan artikel tersebut murni sebagai bentuk apresiasinya kepada pembaca tulisannya, kepada teman dan jejaringnya di Kompasiana. Saya bukan bertujuan sekadar memuja-muji, ini saya yakini karena saya mengenalnya dengan baik meski bukan berarti kenal sangat dekat.
Saya kutip di bagian awal tulisannya, "... sesungguhnya dalam setiap artikel ada komentar komentar bernyawa, yang memiliki roh,yang selama ini terluput dari perhatian. Roh disini,tentu tidak ada hubungannya dengan makluk makluk halus ataupun roh gentayangan, Melainkan dalam konteks memiliki roh atau spiriti apresiasi ,dalam setiap kata yang dituangkan dan merangkai sebuah kalimat yang bernyawa..."
Luput dari perhatian katanya, ya kita penulis blog memang kadang suka lupa, lupa membaca tulisan teman apalagi komentar terhadap tulisan tersebut. Selayaknya orangtua yang menegur anak-anaknya, Pak Tjipta seperti sedang mengingatkan penulis-penulis di blog sosial Kompasiana untuk yuk, kita baca artikel teman dan tinggalkan komentar sebagai bentuk apresiasi kita terhadap sesama penulis.
Bukankah menyenangkan rasanya kalau tulisan mendapatkan apresiasi yang tak disangka? Apresiasi yang datang mengalir begitu saja bukan karena sejak awal menuliskan kata pertama dalam tulisan tersebut, kita sudah meniatkan tulisan supaya banyak dibaca, dikomentari, bahkan berharap cemas dipilih secara khusus oleh pengelola social blog.
Seperti yang juga dialami Bunda Intan Rosmadewi, pengalaman yang dituliskan di status Facebook berikut ini membuktikan bahwa apresiasi sungguh berarti meski kadang datang tak disangka. Kalau bukan karena kebiasaan membaca dan meninggalkan jejak di blog teman, sulit untuk bisa mendapatkan apresiasi seperti yang Bunda Intan dapatkan.Â
Tak sulit mendapatkan pembaca dan komentar di Kompasiana sebenarnya karena sebagai social blog, lapak ini sudah dikelola dengan maksimal yang memungkinkan satu buah tulisan dapat terekspos dengan mudahnya,dan menjaring banyak pembaca. Saya bicara ini bukan karena pernah menjadi bagian dari dapurnya, tapi saya membandingkan dengan blog pribadi yang mungkin sebagian sudah ditinggalkan pemiliknya karena kebingungan mengelolanya, atau sebagian bahkan masih banyak yang setia dengan blog pribadinya dan tetap eksis hingga kini serta semakin menjadi-jadi eksistensinya karena blog terpelihara dengan maksimal.