Tak berpuas diri dengan menguasai ilmu bela diri, menjadi sutradara dan pemain film, menjadi distributor filmya sendiri, juga kesempatan pernah tampil di Oscar lantaran Brush with Danger masuk dalam seleksi nominasi untuk kategori Best Picture, Livi menambah kekuatan dirinya dengan menjadi mahasiswa S2 jurusan Film Production di University of Southern California. Tak berlebihan kalau akhirnya Livi pun dianggap sebagai anak muda yang menjadi inspirasi bagi insan perfilman di Asia. Anggapan inilah yang melatari undangan diskusi film Hollywood dari Communication University of China dan Beijing Shi Fan University. Kedatangan Livi ke Beijing bukan hanya disambut mahasiswa namun juga media bergengsi di Tiongkok, seperti CCTV, Xinhua, Ren Min Ribao dan China Daily.
Perempuan muda kelahiran Jawa Timur ini jelas membanggakan, membawa nama Indonesia di Hollywood dan Beijing. Baru pertama kali menjadi sutradara, filmnya berhasil masuk seleksi nominasi Oscar (belum nominee). Bukan hal mudah mencapai ini karena tiap tahunnya ada 40.000 lebih film yang diproduksi di Amerika Serikat, dan hanya 1 persen dari film tersebut yang terpilih untuk masuk seleksi nominasi Oscar. Saingannya juga merupakan film-film terkenal seperti Interstellar, Hunger Games, Days of Future Past, Boy Hood, dan Birdman.
Dengan berbagai latar belakangnya, Livi Zheng membanggakan. Karenanya saya merasakan film Hollywood alias film impor ini punya rasa Indonesia di dalamnya. Selain bangga karena pemain dan sutradaranya adalah orang Indonesia, saya pun bangga orang Indonesia bisa menunjukkan kemampuan bela dirinya di film Hollywood, semacam ada penerus aktor laga Asia, Jackie Chan, dan ini datang dari kalangan muda, orang Indonesia. Bukankah Indonesia juga kaya dengan seni bela diri? Harapannya Livi dan Ken bisa mengangkat seni bela diri Indonesia, dan banyak belajar di negerinya sendiri bukan hanya berguru di Beijing. Itu kesan awal yang saya tangkap dari film Brush with Danger ini.
Masih soal naskah, kalau mau membandingkan dengan film Indonesia yang dua hari sebelumnya saya tonton, Toba Dream, yang diambil kisahnya dari Novel, dan penulis Novel tersebut TB Silalahi juga menjadi penulis naskah filmnya, ada kekuatan yang sangat kental terasa di naskah film Indonesia tersebut. Cerita film Brush with Danger akan lebih kuat lagi kalau naskahnya lebih tajam. Adegan laga dan pengambilan gambar yang mulus “menyelamatkan” film ini dari alur cerita yang mudah ditebak. Cerita sederhana yang kurang diolah maksimal sehingga tak banyak pesan bermakna yang bisa dibawa pulang. Meski begitu, saya pulang menonton film ini dengan rasa bangga karena Livi dan Ken Zheng adalah orang Indonesia.
Jadi, saya bisa mengerti kenapa katanya ada skoring film yang memberikan angka 3 dari 10 untuk film ini, mungkin ada unsur ceritanya yang mudah ditebak atau penilaian lain. Kalau saya, tidak paham mengenai skoring semacam itu, alasan subyektif tentunya soal angka berapa yang mau kita berikan ke sebuah film yang kita tonton. Kalau saya tak ingin sebut angka, hanya ingin merekomendasikan untuk menonton film ini. Alasannya, untuk mendukung orang Indonesia, diaspora, yang berhasil mencapai impiannya di negeri orang dan kembali ke Indonesia, memberikan inspirasi untuk anak-anak muda untuk tidak takut dan bermanja, juga bersemangat mengejar impiannya dengan kerja keras, lewat film dan cerita di baliknya.
#setoranborongan #bukanuntukditiru
Sumber foto seluruhnya: Official Brush with Danger