Mohon tunggu...
Mamank Saka
Mamank Saka Mohon Tunggu... pegawai negeri -

penulis muda berbakat (cita-cita)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah,,, Jangan Sakiti Aku Dan Ibuku!!!

8 April 2012   05:20 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:53 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mungkin untuk sebagian orang tahun ini adalah tahun kebahagiaan, tapi tidak dengan keluargaku, nama ku bunga(samaran), aku adalah anak tunggal, pasti semua orang berpikir bahwa anak tunggal akan dimanja dan diberikan kasih sayang penuh oleh kedua orang tuanya.

Tetapi posisi aku saat ini tidaklah begitu, melainkan aku harus susah payah untuk membantu orang tuaku untuk bekerja. Sampai pada suatu hari ibuku tergeletak lemah tak berdaya, aku harus lebih giat untuk bekerja demi membelikan ibuku obat, karena ayah ku hanyalah bekerja untuk dirinya sendiri.

Ketika aku pulang dari bekerja , aku melihat ayah ku menyiksa ibuku di rumah, ayah ku memaksa ibu untuk memberikan surat-surat tanah dan surat-surat rumah, tetapi aku tidak bisa berbuat banyak ntuk membantu ibuku, , ayahku menampar ku saat aku mencoba menyelamatkan ibu. Ibuku tetap saja tidak mau memberikan surat-surat itu.

Keesokan harinya, aku ingin pergi dari rumah karena aku sudah tidak sanggup melihat sifat ayah yang selalu main kasar kepada perempuan, terutama aku dan ibu, aku yakin , aku pasti bisa untuk menyewa rumah petak untuk aku dan ibu bersama tinggal.

Setelah seharian kami berjalan mencari kontrakan, tiba-tiba kami di srempet oleh mobil yang ternyata di dalamnya adalah ayahku bersama wanita lain, kami tetap bersabar . dan mungkin tuhan mendengar do’a kami. Tak lama kemudian kami melihat sebuah rumah dengan tulisan ‘’dikontrakkan’’, betapa senangnya hatiku karena aku dapat segera membawa ibu beristirahat.

Hari demi hari kami jalani berdua dengan penuh canda tawa dan kasih sayang, tiba-tiba ayah ku datang dan dia kembali menyiksa aku dan ibuku, hingga ibu ku meninggal, karena aku sudah tidak sanggup melihat darah ibu ku yang terus mengalir, aku terpaksa memukul ayah dari belakang dan aku membunuh diriku sendiri karena aku tidak mau berpisah dari ibu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun