Mohon tunggu...
Warda Rida LM
Warda Rida LM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Walisongo Semarang

Saya sebagai mahasiswi UIN Walisongo jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang mengambil konsentrasi penyuluhan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Penyuluhan yang Belum Optimal

23 Mei 2024   13:47 Diperbarui: 27 Mei 2024   11:59 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Penyuluhan sebagai kegiatan pemberian informasi yang diselenggarakan untuk menawarkan serta memasarkan sebuah inovasi sampai dengan inovasi tersebut dapat diadopsi oleh masyarakat. Namun, dalam praktiknya penyuluh dituntut selalu bekerja keras, sabar, berpengetahuan luas, memakan waktu dan sangat melelahkan. Sehingga pengembangan ilmu penyuluhan kian menjadi kebutuhan banyak pihak.

Dalam praktik pelaksanaannya, tidak dapat dipungkiri bahwa penyuluhan bukan sebuah kegiatan sukarela, tetapi sudah berkembang menjadi sebuah profesi. Menurut Wahjosumidjo (1993) profesi merupakan jenis pekerjaan yang menuntut adanya keahlian dan dukungan perilaku tertentu.  Setiap penyuluh dalam menjalankan profesinya perlu adanya pedoman yang dijadikan pegangan kuat yakni "etika penyuluhan" dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan.  Etika inilah yang dijadikan sebuah prinsip dalam pelaksanaan penyuluhan untuk membuat hidup manusia menjadi lebih sejahtera secara keseluruhan (Sumaryono, 1995). 

Dalam kegiatan penyuluhan sosial maupun agama, etika  merupakan landasan utama setiap aktivitas yang dijalankan dengan integritas dan rasa tanggungjawab. Namun, dalam upaya yang dilakukan untuk menetapkan standar etika, realitas menunjukkan bahwa di lapangan masih jauh dari harapan. Mengapa standar etika dalam penyuluhan belum tercapai? Artikel ini akan mengupas beberapa faktor hambatannya.

Secara etimologi, "etika kerja" berasal dari Bahasa Yunani "etos" yang mempunyai makna adat istiadat atau kebiasaan baik (Sumaryono, 1995). Effendi (1992) menyatakan bahwa etos merupakan perpaduan antara kognisi (pemahaman yang bersangkutan dengan pikiran), afeksi (perasaan yang ditimbulkan oleh rangsangan luar) dan konasi (berkaitan dengan aspek perjuangan).

Etika adalah ilmu yang menetapkan kaidah yang mendasari tanggapan atau penilaian terhadap perbuatan manusia (Nugraha,2015:140). Kaidah atau norma merupakan nilai yang mengatur setiap perilaku individu atau masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah disepakati. Norma biasanya berisi tentang larangan yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu yang dianggap melanggar dan dipandang tidak baik (Mufid, 2010).

Etika dalam penyuluhan berfungsi sebagai panduan untuk memastikan bahwa penyuluhan dilaksanakan dengan cara menghormati hak, martabat dan kebutuhan kelompok sasaran. Selain memberikan informasi serta layanan yang dibutuhkan, penyuluh diharapkan mampu membangun hubungan yang didasarkan pada kepercayaan dan rasa hormat. Tanpa etika yang kuat, penyuluhan dapat menjadi manipulatif dan dapat merugikan masyarakat yang disuluhnya.

Berikut beberapa faktor hambatan etika penyuluhan yang menyebabkan belum tercapai secara maksimal, diantaranya:

Belum Adanya Pedoman Etika yang Jelas dan Konsisiten

Salah satu penyebab utama etika belum optimal karena ketidakmampuan mencapai standar yang diinginkan. Belum adanya pedoman etika yang jelas dan cenderung tidak konsisten. Berbeda dengan profesi konseling yang sudah mempunyai pedoman dan etika yang sudah paten dan dari sumber yang jelas, serta kemudahan untuk mengakses informasi baik di jurnal maupun buku. Sedangkan dalam profesi penyuluhan sendiri, etika dalam penyuluhan terkhusus penyuluhan agama dan sosial belum di patenkan untuk semua kalangan penyuluh. Kebanyakan etika yang ditemukan adalah etika penyuluhan pertanian. Belum ada etika penyuluhan yang secara universal membahas semua bidang penyuluhan baik keagamaan maupun sosial.

Pedoman etika yang ada sering kali bersifat umum dan belum memberikan gambaran spesifik tentang bagaimana menangani situasi tertentu. ketidakjelasan ini menyebabkan kebingungan di kalangan penyuluh mengenai apa yang dianggap etis atau tidak etis. Ketidakkonsistenan dalam menerapkan pedoman etika di berbagai organisasi atau wilayah juga berbeda-beda, hal ini juga menjadi sebuah permasalahan.

Untuk mengatasi hal tersebut, penting untuk mengembangkan pedoman etika yang lebih spesifik dan jelas. Pedoman ini harus mampu mencakup berbagai situasi yang mungkin terjadi di lapangan, serta memberikan contoh konkrit tentang bagaimana prinsip-prinsip etika dapat diterapkan dalam praktik. Selain itu, perlu adanya upaya untuk memastikan bahwa pedoman ini di terapkan secara konsisten di seluruh organisasi dan wilayah.

Kurangnya Regulasi dan Kebijakan

Kurangnya regulasi dan kebijakan juga turut andil dalam hal ini. Di Indonesia sendiri, regulasi dan kebijakan mengenai etika dalam penyuluhan masih kurang atau belum terdefinisi dengan baik. Jika di telusuri, akses pedoman etika konseling dalam bimbingan dan konseling lebih banyak dan mudah di temukan. Berbeda dengan penyuluhan, pedoman etika yang banyak ditemui hanya di penyuluhan pertanian saja. Sedangkan penyuluhan di Indonesia bukan hanya tentang pertanian namun ada penyuluhan sosial dan keagamaan yang juga harus di perhatikan dan mendapatkan kebijakan dan prioritas dalam isu-isu yang sedang berkembang.

Tekanan Operasional dan Target

Dalam sebuah organisasi, penyuluh sering kali bekerja dibawah tekanan untuk mencapai target yang sudah di tentukan, baik dari segi kuantitas peserta maupun hasil output yang di capai. Tekanan inilah yang membuat beberapa oknum penyuluh mengorbankan aspek etika demi pencapaian kuantitas. Terdapat resiko bahwa penyuluhan dilakukan dengan cara yang kurang memperhatikan hak dan kebutuhan masyarakat yang disuluh. Tekanan yang datang dari keterbatasan waktu dan sumber daya, memungkinkan penyuluh belum mampu memberikan perhatian yang memadai yang dapat mengakibatkan dalam penyampaian informasi yang kurang lengkap dan kurang akurat.

Dari beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan mengenai etika penyuluhan, hal tersebut tidak akan lepas dengan dampak yang ditimbulkan dari standar pedoman etika penyuluhan yang tidak tercapai. Kegagalan mencapai standar etika dalam penyuluhan memiliki dampak yang signifikan.

Pertama, seorang penyuluh agama maupun sosial belum mempunyai pedoman etika yang sudah di sahkan dan ditetapkan, hal inilah yang menyebabkan penyuluh masih kebingungan berpedoman dengan landasan yang mana. Hal ini juga akan berdampak pada sikap dan tindakan penyuluh yang belum konsisiten dalam menerapkan pedoman etika.

Kedua, dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap penyuluh dan organisasi yang mereka wakili. Kepercayaan yang hilang dapat menghambat keberhasilan program penyuluhan di masa depan.

Ketiga, penyuluhan yang tidak etis dapat merugikan individu atau kelompok sasaran, baik fisik, emosional maupun sosial.

Langkah yang bisa diambil untuk mengatasi tantangan ini memerlukan langkah-langkah konkret yang dapat membantu tercapainya standar etika yang lebih optimal dengan adanya  regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yakni pedoman etika yang spesifik dan jelas, pelatihan etika yang lebih mendalam dan akses ke sumber daya informasi yang berkualitas, seperti data penelitian terbaru, dan jurnal ilmiah untuk membantu penyuluh tetap up to date dengan perkembangan terbaru. Langkah-langkah tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:

Pendidikan dan Pelatihan Etika yang Lebih Mendalam

Penyuluh harus memiliki pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip etika dan kemampuannya dalam menerapkannya dalam berbagai situasi. Program pelatihan harus mencakup teori dasar, studi kasus dan simulasi realistis untuk membantu penyuluh mengembangkan keterampilan dan pemecahan masalah etis.

Dukungan Sumber Daya yang Memadai

Penyuluh harus memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan untuk mendukung praktik penyuluhan yang etis dan efektif. Ini mencakup penyediaan dana yang memadai, alat dan bahan yang diperlukan serta dukungan administratif. Selain itu, penyuluh memiliki akses ke sumber daya informasi yang berkualitas, seperti data penelitian terbaru, dan jurnal ilmiah untuk membantu penyuluh tetap up to date dengan perkembangan terbaru dalam bidang mereka dan memastikan penyuluh dapat memberikan informasi dan layanan yang akurat dan bermanfaat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dengan mengembangkan pedoman etika yang lebih spesifik dan jelas adalah langkah penting untuk memastikan bahwa penyuluh memiliki panduan yang dapat dijadikan kiblat dalam menjalankan tugasnya. Pedoman ini harus mencakup berbagai situasi yang mungkin dihadapi penyuluh ketika di lapangan, serta memberikan contoh konkret tentang bagaimana prinsip-prinsip etika dapat diterapkan dalam praktik. Selain itu, pedoman harus ditetapkan secara konsisten di seluruh organisasi dan di wilayah.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun