Etika dakwah, yang membahas nilai-nilai moral dalam menyampaikan pesan agama, menjadi semakin relevan di era digital ini. Dakwah tak lagi terbatas pada masjid atau majelis ilmu, tetapi telah menjangkau ranah media sosial yang luas. Ini memberikan peluang besar untuk menyebarkan ajaran agama kepada khalayak global, namun juga menimbulkan tantangan baru, terutama terkait penyebaran informasi yang akurat dan etis.
Dalam dunia yang semakin pluralis dan dinamis, penting bagi dai untuk memahami bagaimana menyampaikan pesan tanpa merendahkan keyakinan orang lain. Di sinilah pentingnya etika dakwah yang mengutamakan penghormatan antaragama dan menjaga moralitas dalam penyampaian.
Sebagai contoh, Koh Dennis Lim, seorang dai muda, sukses menggunakan media sosial untuk berdakwah dengan pendekatan yang santun dan relevan. Pesan-pesannya disampaikan dengan bahasa yang ringan dan mudah diterima oleh generasi muda, namun tetap berpegang pada nilai-nilai etika. Ini menunjukkan bahwa etika dakwah yang baik dapat membangun hubungan positif dengan audiens tanpa menyinggung keyakinan mereka.
Di sisi lain, dengan semakin mudahnya akses terhadap informasi, tantangan dalam menjaga keaslian dan kebenaran pesan dakwah juga semakin besar. Oleh karena itu, setiap dai harus selalu berhati-hati dalam menyampaikan dakwah di media sosial, menjaga agar pesan yang disampaikan tetap akurat dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Dengan memahami dan menerapkan etika dakwah yang baik, dakwah di era digital ini dapat menjadi lebih efektif dan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H