Mohon tunggu...
Franchise Indonesia
Franchise Indonesia Mohon Tunggu... Administrasi - Pusat Artikel Waralaba dan Lisensi

One Stop Franchise Servise

Selanjutnya

Tutup

Money

Hubungan yang Sehat Antara Pewaralaba dan Terwaralaba

16 Oktober 2019   09:41 Diperbarui: 16 Oktober 2019   09:43 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu masalah dalam bisnis waralaba ( asing dan lokal) adalah menyangkut hubungan antara Pewaralaba dengan Terwaralaba. Apabila Pewaralaba menganggap dan memperlakukan Terwaralabanya sebagai " sapi perahan" bukan mitra yang setara,pasti akan menimbulkan masalah. 

isalnya,Terwaralaba dipaksa untuk membeli barang-barang dari Pewaralaba. Padahal barang-barang yang beli dari Perwaralaba itu lebih mahal dari harga pasar,karena si Pewaralaba telah menaikkan harga jualnya. Sedangkan untuk cabang usaha milik si Pewaralaba sendiri ( company owned stores) , harganya tidak dinaikkan. Ini berarti telah terjadi diskriminasi harga jual,yang tentu saja lebih membebankan Terwaralaba. Di samping itu, sering pula terjadi nilai investasi awal Terwaralaba.

Di samping itu, sering pula terjadi nilai investasi awal Terwaralaba lebih tinggi sampai dengan 25% dibanding biaya investasi gerai milik Perawaralaba. Akibatnya, tentu saja, beban investasi Terwaralaba menjadi lebihh berat. Konsekwensinya,resiko bisnis bagi Terwaralaba menjadi tinggi ( higher risk).

Selain itu,ada kecendurungan yang kuat Perwaralaba tidak mengizinkan wilayah-wilayah pemasaran yang " basah" di berikan kepada Terwaralaba. Misalnya untuk wilayah Jabotabek atau Jabosuci hanya untuk gerai sendiri. Tetapi di wilayah Papua, dibuka untuk Terwaralaba. Coba bayangkan berapa besar beban biaya tambahan untuk pengiriman barang yang harus di tanggung Terwaralaba, bila Perwaralabanya di Jakarta.

Beban biaya tambahan ini mungkin tidak terjadi bila si Perwaralaba memberikan " kemudahan-kemudahan" yang dapat mengurangi beban tersebut,tetapi hal itu sering tidak terjadi. Seharusnya, lebih fair bila si Perwaralaba membuka terlebih dahulu main distributor di lokasi setempat, dimana dalam pembelian barang atau bahan baku, Terwaralaba dapat membelinya di wilayah setempat,buka dikirim dari Jakarta.

Apa bottom line dari hal yang diuraikan di atas? Sederhana saja, jadilah Perwaralaba yang memperlakukan Terwaralabanya sebagai asset, bukan liability.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun