Selamat datang Gubernur baru Anies-Sandi yang berhasil meraih kemenangan berdasarkan quick count, harus diakui kemenangannya adalah kemenangan factor primordial terutama proses hukum penistaan agama dan disertai dengan penggiringan ke hal lain yang dibangun sedemikian masifnya sehingga sedikit banyak mempengaruhi psikologis warga DKI Jakarta yang mayoritas muslim.
Isu SARA telah mengalahkan isu program kerja dan terbukti kinerja Ahok-Djarot sesuai survey kepuasan warga yang mencapai sekitar 75 persen tidak mampu mempertahankan keinginan warga lebih memilih karena factor primordial tersebut.
Warga harus menerima konsekuensi memilih bukan factor program kerja yang lebih luas dibandingkan factor agama yang hanya bagian kecil dari fungsi Gubernur sebagai pemimpin yang sebatas sebuah Provinsi.
Jakarta tidak hanya butuh pemimpin berkeadilan, tetapi butuh pemimpin tegas dan keras seperti yang dimiliki Ahok-Djarot.
Anies-Sandi selalu bicara keadilan dan keberpihakan, apakah mereka memiliki sikap tegas dan keras?
Ada beberapa kebijakan dan control yang memerlukan sikap tegas dan keras seperti:
Reformasi Birokrasi
Pencapaian yang tersukses adalah reformasi birokrasi yang dibangun Ahok-Djarot dengan kedisiplinan, penyakit akut birokrasi yang dilayani menjadi melayani, jiwa malas-malasan menjadi jiwa yang bertanggung jawab sesuai fungsinya.
Ahok-Djarot telah berhasil membangun image birokrasi yang baik dimata warga, hampir sebagian warga merasakan dan berkata “Puas”.
Mengubah birokrasi yang bobrok akut tidak cukup butuh dua atau tiga tahun (masa jabatan Ahok-Djarot) tetapi butuh bertahun-tahun, bahkan belasan tahun sehingga bisa menimbulkan rasa tanpa sadar punya tanggung jawab yang tinggi.
Bisa dilihat saat Ahok-Djarot mengambil cuti kampanye satu bulan lebih digantikan Plt Soni Sumarsono, cukup mengagetkan para birokrasi menyambut dengan suka cita dan hasilnya warga banyak mengeluh pelayanan birokrasi yang cepat berubah drastis.