Lewat akun Facebook- pribadi pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang, KH. Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus mempertanyakan tentang peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sertifikasi halal, dalam kaidah fiqih jelas disebutkan bahwa “pada dasarnya segala sesuatu mubah sampai ada dalil yang mengharamkan.”
Contoh tiga produk yang dilabeli halal oleh MUI, yakni jilbab, makanan kucing dan telur ayam.
Untuk yang pertama dan terakhir, sudah pasti kehalalan produknya, terlebih kehalalan telur yang berasal dari ayam, katanya.
Sementara contoh yang kedua, makanan kucing, seharusnya tidak perlu lagi dipertanyakan “kehalalannya”, sebab makanan itu untuk kucing dan bukan untuk dimakan orang.
Gus Mus minta MUI perlu mengeluarkan sedikitnya tiga fatwa.
Pertama, fatwa tentang hukum sertifikasi halal itu sendiri.
Kedua, hukum uang dari hasil sertifikasi halal.
Ketiga, fatwa tentang siapa yang sejatinya berwenang mengeluarkan sertifikasi halal di Indonesia. Nah, bisakah MUI menjawab tantangan itu?
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Baghowi mengatakan “masa berlaku sertifikasi halal adalah 3 tahun, dan harus mulai mengurus perpanjangan sejak 6 bulan sebelum masa berlakunya habis.
Jadi, dalam lima tahun, pengusaha harus dua kali mengurus surat halal. Sekali pengurusan biayanya sebesar Rp 6 juta, sehingga bila ditotalkan bisa mencapai Rp12 juta dalam lima tahun.” (sumber)
Bayangkan, berapa jumlah produk yang berlabel Halal di Indonesia dikalikan nilai uang yang dimaksud Muhammad Baghowi.