Artinya, korban pemukulan dianggap “halal” diperlakukan apa saja oleh pelaku dan teman-temannya, prilaku yang tidak jauh dari sang junjungannya si imam besar Riziek FPI yang mudah dan terbiasa mengeluarkan kata “Bunuh” adalah hal biasa.
Novel Bamukmin sebagai bagian dari ACTA, notabennya mengerti hukum ingin mengaburkan persoalan dengan memisahkan antara “Pengeroyokkan” dan “satu lawan satu”.
Seolah-olah perkelahian satu lawan satu dalam kriminal dibenarkan dan pemukulan dilakukan satu orang tidak diikuti teman pelaku dianggap bukan pengeroyokkan.
Cukup 6 poin diatas untuk membantah pernyataan Novel Bamukmin "Tidak ada pengeroyokan yang ada satu lawan satu” yang semakin hari, semakin kelihatan arah dan tujuannya yang kurang jelas membuat perut lapar ketika ingat “Fitsa hats” dan ingin mencoba menikmati hingga sampai hari ini tidak ditemukan waralaba cepat saji milik USA tersebut di pelosok Indonesia.
Untuk menguji kemampuan hukum Novel Bamukmin atas pernyataannya "Tidak ada pengeroyokan yang ada satu lawan satu” kiranya bisa dijadikan saksi ahli hukum di pengadilan kasus pemukulan Widodo apakah dibenarkan ada satu lawan satu atau pengeroyokkan dan berharap muncul kata-kata baru selain fitsa hats.
Salam Fitna hats…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H