Menyambung artikel “Laporan PP-PMKRI, Senjata Makan Tuan Untuk Rizieq FPI dan MUI?” unsur dugaan pelecehan agama yang diucapkan Rizieq FPI semakin jelas dan terang benderang?
“Habib Rizieq ‘selamat natal,’ artinya apa? Selamat hari lahir Yesus Kristus sebagai anak Tuhan. Saya jawab, ‘Pak, lam yalid walam yulad,’ Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?” (sumber)
Poin penting yang dipetik adalah kalimat “Yesus Kristus sebagai anak Tuhan” berhubungan sekali dengan kalimat “Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?”
Artinya, “Anak Tuhan” yang dimaksud Rizieq FPI adalah anak biologis Tuhan jika dikaitkan dengan kalimat “Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?”
Dua kalimat diatas sudah masuk keranah “KEYAKINAN”, sehingga tidak bisa keyakinan dari satu agama satu dengan agama lain sama.
Konteks ikut campur yang dilakukan Rizieq FPI adalah agama yang dianutnya berbeda sehingga menyinggung keyakinan atau akidah agama lain dengan menyebut “Natal” dan “Yesus Kristus” yang merupakan symbol agama lain.
Rizieq FPI terlalu jauh menganggap “Anak Tuhan” pemilik keyakinan agama lain sebagai anak biologis Tuhan dengan melakukan pembenaran dengan ayat “lam yalid walam yulad”.
Jika keyakinan Rizieq FPI kemudian melakukan pembenaran terhadap keyakinan agama lain dibebaskan maka UU pasal 156 tidak ada fungsinya sama sekali.
Agama di Indonesia akan jadi ajang pelecehan, penghinaan antar sesama umat yang berbeda.
Unsur SARA terpenuhi
Khusus umat Kristen, mungkin kalimat “Anak Tuhan” hanya sebagai istilah, kiasan, bahasa penghormatan, bahasa pengagungan dan sebagainya yang tidak boleh diterjemahkan oleh agama lain termasuk Rizieq FPI.